Sabtu, 22 November 2014

[6] Surabaya: Tugu Pahlawan


Belum afdhol kalau ke Surabaya dan tidak mengunjungi Tugu Pahlawan, ikon kota Surabaya, yang juga tugu peringatan peristiwa 10 November. Menurut keterangan pemandu wisata dalam Surabaya Heritage Track, Tugu Pahlawan dibangun hampir bersamaan dengan pembangunan Monumen Nasional di Jakarta. Konon apabila Monumen Nasional adalah simbol lingga-yoni, Tugu Pahlawan ini menyimbolkan lingga. Lingga dan yoni dalam perjalanan sejarah arsitektur bangsa Indonesia bukanlah hal yang asing. Hampir di setiap candi terdapat simbol lingga-yoni, dari yang diukir samar-samar hingga direliefkan secara terang-terangan.


Berjalan kaki dari Jembatan Merah hingga Tugu Pahlawan memakan waktu yang sedikit lama karena jaraknya yang memang sedikit lebih jauh. Namun berjalan kaki tidaklah menjadi masalah, aku menemukan banyak hal selama melangkahkan kaki. Tidak hanya panas dan lelah, jauh dari itu. Aku lebih dapat menikmati ruang kota dengan berbagai detail di dalamnya. Aku menjumpai gerombolan orang jalanan yang tampaknya memiliki “tempat tinggal sementara” di dekat rumah yang ternyata kantor dengan plat kayu bertuliskan: 10 Pojok. Di bawahnya tertempel lempeng berwarna emas dengan tulisan: Kantor Notaris. Arsitektur Bangunan Kolonial sebagai penunjang kawasan kota lama. Siapa sangka rumah kecil yang sama sekali tidak tampak seperti kantor ini ternyata warisan cagar budaya. Aku tidak yakin menemukan hal tersebut apabila memilih tidak berjalan.


 Detail lain yang kudapatkan adalah bangunan tua dengan dekorasi serupa kastil berwarna biru, kuning, dan biru. Tentu bukan pemandangan arsitektur yang lazim di masa kini langgam seperti itu. Namun aku merasa bahagia dapat melihat dan mengambil gambar tentang “kastil” itu. Dan banyak hal serupa yang membuat acara berjalan kakiku tidak membosankan.


Memasuki kawasan Tugu Pahlawan, kami disambut replika reruntuhan bangunan dengan patung proklamator Indonesia, Ir Soekarno dan Mohammad Hatta. Di belakangnya terpancang tiang-tiang dengan goresan tulisan merah tentang semboyan-semboyan perjuangan bangsa Indonesia, seperti rawe-rawe rantas, malang-malang poetoeng; merdeka ataoe mati!; hingga semboyan berbahasa Inggris: allied forces go away dan once and forever the indonesian republic!




Terdapat dua tempat yang dapat dikunjungi di kawasan Tugu Pahlawan, yaitu Tugu Pahlawan itu sendiri dan museum yang terletak di bawah area tugu. Sepintas museum dengan cungkup di atasnya itu seperti Musée du Louvre, kata Fa. Lalu aku terpantik dan membayangkan bahwa Tugu Pahlawan ini serupa kawasan Trafalgar Square. Semoga tidak terlalu berlebihan.


Area museum dilingkari oleh kolam yang tidak terlalu besar tetapi cukup dalam. Tampak anak-anak kecil duduk di tepi kolam sembari memancing. Hari saat aku berkunjung bertepatan dengan hari libur nasional sehingga museum ditutup. Bukan hanya kami saja yang kecewa melainkan juga sepasang turis yang berasal dari Singapura. Tampak benar raut wajah dan mimik bicara kecewa.


Selain itu di depan tugu tengah dilangsungkan acara peringatan tahun baru Islam. Tenda besar dipasang hampir menutupi separuh badan tugu. Mulanya agak susah mencari sudut yang tepat untuk mengabadikan Tugu Pahlawan tanpa direpoti oleh tenda itu. Akhirnya pelan-pelan aku pun memutari tugu dan mengambil gambar dari belakang. Voila!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar