Selasa, 02 September 2014

Karena Bahagia Itu Sederhana

bahagia itu sederhana. sesederhana foto ini rasanya.

Bukankah bahagia itu bisa jadi begitu sederhana?

Seperti sore kemarin. Sepulang dari kantor, aku berniat mampir ke ATM di jalan yang kebetulan kulewati menuju rumah. Hari pertama di bulan September, aku hanya akan membagi dua hasil bekerjaku dengan memasukkannya sebagian ke rekening tabungan. Tepat saat aku berhenti di depan bilik mesin uang itu, dua orang perempuan masuk ke dalamnya. Kuduga mereka adalah ibu dan anak perempuannya yang mungkin masih duduk di bangku Sekolah Dasar.

Dengan headset masih terpasang di telinga, yang menyalurkan beberapa deretan lagu di playlist handphone, aku pun melangkahkan kaki ke bangku-bangku biru di depan kotak ajaib itu. Duduk bersandar, menunggu mereka berdua menyelesaikan urusan dan keluar. Beberapa pegawai bank tampak masih beraktivitas di dalam meski di pintu sudah tergantung tulisan, “Closed.” Hingga tak berapa lama, anak perempuan itu keluar. Sepertinya ada yang ingin ditanyakan karena anak perempuan itu berusaha memancing perhatian petugas bank di dalam. Pintu kaca sudah digembok dan petugas bank tampak tak peduli, sibuk dengan urusannya di dalam sana, di balik meja teller. Ia pun kembali ke bilik dan melapor kepada ibunya. Bersamaan dengan itu sang ibu melongok keluar, melihatku dan memanggilku.

“Mbak, tolong. Saya belum bisa ini.”

Aku pun turut masuk ke dalamnya, melihat terpampang tulisan di layar yang terbaca, “Apakah anda membutuhkan tambahan waktu?” Rupanya ibu tersebut baru pertama kali menggunakan kartu ajaib yang mampu mengeluarkan uang berjuta-juta dalam beberapa menit. Aku pun memaklumi hal tersebut, berusaha membesarkan hati sang ibu karena beliau tampak merasa tidak enak hati kepadaku. Pelan-pelan kujelaskan kepada ibu tersebut bagaimana mengeluarkan uang. Anak perempuannya tampaknya lebih cepat menangkap instruksi yang kuucapkan. Gadis kecil itu beberapa kali berucap, “Ooo..”.

Begitu sudah selesai, keduanya beranjak sembari tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih. Di titik itu aku bertutur kepada hatiku sendiri, sore itu aku memperoleh makna bahagia dalam perspektif yang lain. Perspektif yang sempit. “Bahagia itu, ketika kita bisa membahagiakan orang lain, menolong orang lain dalam bentuk sesederhana apapun.”

Aku pernah membaca, ada tiga kata sakti yang sangat penting dalam kehidupan: terima kasih, maaf, dan tolong. Konon tidak semua orang bisa mengatakannya dengan tulus dan ikhlas. Mungkin aku pun seringkali alpa mengatakan terima kasih atas pertolongan orang lain; lupa mengucap maaf atas kesalahan yang kuperbuat; dan menyatakan tolong dalam meminta bantuan. Kawan, dalam perkara tadi aku belajar dua kata: tolong dan terima kasih. Entah mengapa baru kali itu aku merasakannya begitu indah. Sangat indah. Damai.

Kawan, terima kasih atas keberadaan kalian dalam cerita hidupku, maaf bila aku banyak melakukan kesalahan yang seringkali tak kusadari. Dan tolong, aku tak ingin kehilangan kalian. Tolong jaga pertemanan, persahabatan, dan persaudaraan kita. Karena ada babak-babak dimana kehadiran kalian menjadi warna-warna serupa pelangi.

Terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar