Kamis, 18 September 2014

Pameran Kelas Inspirasi Yogyakarta

 

Sabtu (13/09) ada pameran Kelas Inspirasi di Museum Pendidikan Indonesia. Kelas Inspirasi sendiri merupakan anak program Indonesia Mengajar besutan Anies Baswedan. Kelas Inspirasi ini menjadi sarana siapapun yang ingin berbagi inspirasi dengan anak-anak sekolah dasar dengan mengajar mereka selama sehari. Dalam pameran ini, selain ditampilkan dokumentasi foto dan video pelaksanaan Kelas Inspirasi, juga terdapat berbagai peralatan identitas beberapa profesi seperti dokter, insinyur, jurnalis, dan guru. Terdapat pula beberapa booth komunitas peduli pendidikan seperti Book for Mountain, Coin a Chance, Solo Mengajar, serta Jogja Menyala.

Menyenangkan bagi saya dapat bertemu dan bercakap langsung dengan Mbak Ajeng, aktivis Jogja Menyala. Jogja Menyala sendiri adalah komunitas yang memberi atensi pada minat baca masyarakat, yang juga bagian Indonesia Menyala yang lagi-lagi anak program Indonesia Mengajar. Saat tinggal dan bekerja di Jakarta, saya pernah menjadi volunteer untuk acara Indonesia Menyala yang bertajuk Pack Your Spirit. Jadi, Jogja Menyala dan Kelas Inspirasi apalagi Indonesia Mengajar sebenarnya bukan hal yang baru bagi saya. Jogja Menyala selain aktif mengirimkan buku-buku ke pelosok, juga telah memiliki rumah baca di Seyegan, Sleman dan Rusunawa Kotagede, Yogyakarta.

Peralatan sang jurnalis.
Guru mengajar menggunakan ini. Kapur warna-warni ini mengingatkan jaman SD dulu.
Kamus istilah teknik. Ingin tertawa melihatnya. Sepertinya sempat punya yang semacam ini.
Sang arsitek berkisah.
Foto-foto yang jadi kartupos di booth Book for Mountain.
Foto-foto gerakan Solo Mengajar.
Rindu memainkan kuas?
Sangaaat...
Ada foto-foto teman saya di barisan foto relawan ini!
Kapan terakhir kali bermain dakon?
Mbak Putfit! Salah satu penggagas komunitas Card to Post.
Nah, ini dia Mbak Ajeng.

Kamis, 11 September 2014

Jogjakarta Video Mapping Project (JVMP)

Pada Jumat (05/09) lalu Titik Nol kota Yogyakarta riuh oleh massa. Kebanyakan tentu saja anak muda. Sepanjang Jalan Malioboro sudah padat orang, di perempatan Titik Nol sudah banyak yang berkerumun. Gedung Bank BNI yang berlanggam kolonial (indische) itu disulap serupa kanvas yang menjadi bidang sorot. Video yang disajikan pun sebenarnya hanya berdurasi singkat tapi teriakan, "Wow", mengiringi setiap kanvas berganti. 

Jogjakarta Video Mapping Project (JVMP) ini menjadi bagian dari perayaan Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) ke-26. Sebelumnya, pada pesta pembukaan FKY juga digelar hal serupa. Bedanya, bidang yang disorot adalah Tugu Jogja. Seni memang bisa diwujudkan dalam beragam bentuk, salah satunya video yang disorotkan ke bangunan ini.










Selasa, 09 September 2014

Festival Kesenian Yogyakarta -26 Do Dolan

Dulu, saya begitu iri dengan Bandung yang kotanya begitu hidup. Komunitas anak muda marak. Sekarang sudah saatnya saya berbangga dengan Yogyakarta. Ternyata begitu banyak pesta kesenian dan event yang tersaji. Nyaris tidak pernah tidur kota ini. Termasuk Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) yang pada malam ini (09/09) resmi ditutup. Saya memang tidak dapat hadir pada Kirab Pembukaan, juga pada Closing Ceremony, tapi saya sempat datang pada suatu malamnya. Pementasan di panggung utama pun beragam, mulai dari kesenian tradisional hingga kreasi modern besutan anak muda.

Tidak ada yang dapat dikatakan tentang malam itu, kecuali lewat beberapa jepretan kamera ini.



Perayaan seni tahunan ini tidak hanya ramai oleh rakyat Indonesia tetapi juga turis asing! Jadi, lekas apresiasi kesenian negerimu sendiri :)






Fonticello - cello rock indie band



Instalasi ini sangat kreatif! Penasaran dengan filosofinya.

Dan yang selalu saya suka dari acara semacam ini adalah: lightingnya!

Selasa, 02 September 2014

Karena Bahagia Itu Sederhana

bahagia itu sederhana. sesederhana foto ini rasanya.

Bukankah bahagia itu bisa jadi begitu sederhana?

Seperti sore kemarin. Sepulang dari kantor, aku berniat mampir ke ATM di jalan yang kebetulan kulewati menuju rumah. Hari pertama di bulan September, aku hanya akan membagi dua hasil bekerjaku dengan memasukkannya sebagian ke rekening tabungan. Tepat saat aku berhenti di depan bilik mesin uang itu, dua orang perempuan masuk ke dalamnya. Kuduga mereka adalah ibu dan anak perempuannya yang mungkin masih duduk di bangku Sekolah Dasar.

Dengan headset masih terpasang di telinga, yang menyalurkan beberapa deretan lagu di playlist handphone, aku pun melangkahkan kaki ke bangku-bangku biru di depan kotak ajaib itu. Duduk bersandar, menunggu mereka berdua menyelesaikan urusan dan keluar. Beberapa pegawai bank tampak masih beraktivitas di dalam meski di pintu sudah tergantung tulisan, “Closed.” Hingga tak berapa lama, anak perempuan itu keluar. Sepertinya ada yang ingin ditanyakan karena anak perempuan itu berusaha memancing perhatian petugas bank di dalam. Pintu kaca sudah digembok dan petugas bank tampak tak peduli, sibuk dengan urusannya di dalam sana, di balik meja teller. Ia pun kembali ke bilik dan melapor kepada ibunya. Bersamaan dengan itu sang ibu melongok keluar, melihatku dan memanggilku.

“Mbak, tolong. Saya belum bisa ini.”

Aku pun turut masuk ke dalamnya, melihat terpampang tulisan di layar yang terbaca, “Apakah anda membutuhkan tambahan waktu?” Rupanya ibu tersebut baru pertama kali menggunakan kartu ajaib yang mampu mengeluarkan uang berjuta-juta dalam beberapa menit. Aku pun memaklumi hal tersebut, berusaha membesarkan hati sang ibu karena beliau tampak merasa tidak enak hati kepadaku. Pelan-pelan kujelaskan kepada ibu tersebut bagaimana mengeluarkan uang. Anak perempuannya tampaknya lebih cepat menangkap instruksi yang kuucapkan. Gadis kecil itu beberapa kali berucap, “Ooo..”.

Begitu sudah selesai, keduanya beranjak sembari tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih. Di titik itu aku bertutur kepada hatiku sendiri, sore itu aku memperoleh makna bahagia dalam perspektif yang lain. Perspektif yang sempit. “Bahagia itu, ketika kita bisa membahagiakan orang lain, menolong orang lain dalam bentuk sesederhana apapun.”

Aku pernah membaca, ada tiga kata sakti yang sangat penting dalam kehidupan: terima kasih, maaf, dan tolong. Konon tidak semua orang bisa mengatakannya dengan tulus dan ikhlas. Mungkin aku pun seringkali alpa mengatakan terima kasih atas pertolongan orang lain; lupa mengucap maaf atas kesalahan yang kuperbuat; dan menyatakan tolong dalam meminta bantuan. Kawan, dalam perkara tadi aku belajar dua kata: tolong dan terima kasih. Entah mengapa baru kali itu aku merasakannya begitu indah. Sangat indah. Damai.

Kawan, terima kasih atas keberadaan kalian dalam cerita hidupku, maaf bila aku banyak melakukan kesalahan yang seringkali tak kusadari. Dan tolong, aku tak ingin kehilangan kalian. Tolong jaga pertemanan, persahabatan, dan persaudaraan kita. Karena ada babak-babak dimana kehadiran kalian menjadi warna-warna serupa pelangi.

Terima kasih.