Selasa, 22 Januari 2013

A Half Hour with Ahmad Djuhara



Some Quotes:
Jadi dia mau mengambil resiko untuk bereksperimen, bereksplorasi, dalam bentuk-bentuk yang baru. Itu adalah inti dari perkembangan arsitektur dimanapun. Dia bisa aja  bikin desain yang biasa-biasa aja, tetapi dia tidak membawa perubahan apa-apa, menyumbangkan apa-apa, berkontribusi apa-apa terhadap perkembangan arsitektur di Indonesia. Dan dia berani mengambil resiko, dia akan membawa orang, mengajak orang ke level yang lain. Itu kayak estafet atau kayak memberi tangga kepada orang lain untuk ke level berikutnya. Jadi itu sangat lazim di dunia arsitektur, apalagi kita punya blog, atau buku yang sangat tersebar di seluruh dunia. Ketika kita melihat karya orang lain yang bagus maka kita terinspirasi. Intinya itu. Dia bisa menjadi inspirasi bagi orang lain. Bahwa yang konvensional itu benar, tapi bukan itu satu-satunya kebenaran. Kebenaran itu bahkan bisa dicapai, dieksplorasi, dengan mencoba bentuk-bentuk yang baru, yang ekstrim, yang mungkin secara umum, secara orang awam, kita menganggap itu salah. Padahal mungkin bukan salah. Mungkin malah kita bilang sebetulnya yang diyakini banyak orang itu tidak sepenuhnya benar. Itu menjadi sangat menarik buat arsitektur.

Orang-orang yang mau mengambil resiko ini adalah  para perintis. Para perintis itu selalu penting dalam sebuah perkembangan. Ada yang di depan itu, yang untuk menjadi lebih baik itu Anda harus berani berubah. Untuk berani berubah, biasanya kita bisa lihat para perintis ini, yang mau mengambil resiko untuk berubah, tidak mengikuti langgam yang sebelumnya. 

Bentuk itu mengarahkan kita kepada kebiasaan tertentu. 

Kalau saya punya klien yang punya tanah sekecil atau sebesar apapun, saya dibebani tanggung jawab untuk bisa mendayagunakan semua titik di tanah itu menjadi fungsional, dipakai, tidak mubadzir, bahkan kalau bisa photogenic, jadi cantik, indah, punya kualitas arsitektural yang baik, bagus.

Otak manusia itu selalu bisa menjadi lebih baik. Percaya nggak bahwa ada sebuah keadaan ideal salah satu negara, Andora misalnya, kecil, baik banget. Atau Swiss, ideal sekali, dia menjadi kualitas-kualitas lebih baik lagi, bisa. Seluruh Indonesia bisa gitu nggak? Bisaa… Nggak ada yang nggak mungkin.

Sebagai sebuah ide, kita percaya nggak, bahwa kita bisa menjadi lebih baik besok. Itu alam pikir positivism kalau nggak kamu negativistik. Kamu nggak percaya bahwa besok lebih baik, mati aja hari ini mendingan. Percaya bahwa besok menjadi lebih baik, maka yang jauh lebih baik dari sekarang itu mungkin terjadi.

Lihat bangsa Belanda, Belanda modern ya, mereka banyak sekali melakukan eksperimen di pameran-pameran arsitekturnya. 25 tahun lagi cara hidup kita kayak gini. Itu mereka lakukan lima tahun yang lalu. Lima tahun berikutnya, eksperimen mereka tentang 25 tahun ke depan terjadi lebih cepet. Lima tahun setelahnya. Jadi percepatan itu ada dengan syarat-syarat, nggak ada yang nggak mungkin. 

Rabu, 02 Januari 2013

New Year's Messages

firework in Main Gate of Marakash Square, Bekasi

Pergantian tahun Masehi kali ini berbeda bagi saya. Ketika kantor libur selama empat hari dan saya memutuskan untuk tidak pulang ke kampung halaman. Alhasil terbersit untuk berkunjung ke rumah saudara di Bekasi. Dulu ialah yang 'mengasuh' saya selama sekian belas tahun --kurang lebih hingga saya duduk di bangku sekolah menengah pertama. Usia kami terpaut sembilan tahun. Dan kata mengasuh di atas dalam artian kami melewatkan sebagian besar waktu bersama dalam banyak aktivitas. Maka sudah seperti kakak saja bagi saya, refleks mencium tangan kala bertemu dan berpisah.

Setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan. Dan begitulah adanya. Ia menikah dan ikut sang suami merantau ke tepian ibukota. Kini kami bertemu lagi di belantara bumi yang berbeda, dengan cara yang berbeda.

Pada pergantian tahun baru, kami bersama-sama keluar menuju keramaian pesta bunga api. Terkesan aneh mungkin tapi kenyataannya ini adalah pertama kalinya dalam hidup ketika saya keluar di malam bergantinya tahun. Ada semacam keengganan untuk keluar jika posisi di rumah. Kata-kata bapak dan ibulah yang terngiang di benak saya, "Untuk apa? Apa manfaatnya?" Namun sekarang ketika lepas dari kehangatan suasana rumah, lepas pula belenggu kata-kata itu.

Tidak sekedar lepas. Makna pergantian tahun baru ini bagi saya adalah saya harus lebih bertanggung jawab terhadap diri saya sendiri. Tidak akan ada orang-orang yang sering menanyakan ini itu, mengingatkan ini itu, atau membantu melakukan hal-hal tertentu. Di tepian barat daya ibukota ini, saya harus mandiri, untuk keseharian hidup dan untuk rencana-rencana di waktu yang akan datang.

Libur telah usai. Saya kembali ke habitat saya semula. Dan saya rindu kalian...