Rabu, 16 Mei 2012

Baling-Baling Mahoni di Kali Gayam

Waktunya di kota ini tinggal dua hari lagi. Lusa ia akan berangkat ke kota seberang untuk menjemput mimpinya. Meski itu sebenarnya membimbangkan hatinya karena ia memutuskan beralih jalur dari rel pendidikan terakhirnya.

}--{

Matahari hampir berada tepat di atas kepala. Sinarnya telah cukup menyengat pertanda hari telah beranjak siang. Dari kejauhan terlihat beberapa lembu diiringi petani pemiliknya berjalan menuju ke arahnya. Di bawah jembatan itu lembu-lembu lalu berbaris rapi. Ujung tali yang mengalung di lehernya dikaitkan dan dicencang pada lengkungan besi di dinding sungai. Saatnya para lembu mandi seusai bekerja di sawah. 

Ia melihat momen itu dengan tersenyum. Sudah beberapa saat ia menunggu kedatangan lembu-lembu di kali. Dengan riang ia duduk di bantaran sungai yang telah diperkeras. Kakinya diayun-ayunkan di atas aliran air di bawahnya. Sesekali ia melemparkan sebuah biji mahoni yang ditemuinya di sepanjang tepian kali itu. Warnanya cokelat, pipih, dan rapuh. Rasanya sangat pahit! Namun ia suka mengumpulkan guguran biji-biji itu. Saat dilemparkan ke udara, lalu tertarik gravitasi, biji itu akan berputar-putar seperti baling-baling sebelum kemudian hanyut ke hilir.

Rumah orangtuanya tak jauh dari kali itu. Mafhum apabila ia sering bermain-main di sekitar kali itu. Bahkan, tak jarang ia membawa serta pensil dan bukunya ke tempat itu. Sesekali pula pensil kayunya terjatuh ke atas aliran sungai. Tak ada pasal lain, selain meminta tolong petani yang kebetulan tengah memandikan lembunya untuk mengambilkan pensil mungil itu sebelum hanyut lebih jauh. Beruntung, aliran kali itu tenang jika musim kemarau. Namun saat musim penghujan, aliran airnya bagaikan bah dari hulu Merapi. Jika sudah begitu, ia akan absen bermain di kali.

Mahoni tidak hanya berperan dalam membangun rumah atau bangunan lainnya. Mahoni juga berperan dalam usaha membahagiakan anak-anak kecil. Setidaknya itulah yang dirasakannya saat itu. Ia tak punya mainan lain yang lebih keren. Tidak ada boneka Barbie seperti yang pernah dilihatnya di layar televisi milik tetangga sebelah rumahnya. Tidak pula dengan robot mainan yang bisa berjalan sendiri hanya dengan dua benda  kecil berbentuk tabung yang disimpan di punggung robot itu. Tetapi di mataku ia terlihat sangat bahagia dengan mainan alam yang gratis itu. Mainan kecil bingkisan dari Tuhan itu...

Nun jauh di sana, kudengar bocah kecil yang belum menapak separuh jenjang sekolah dasarnya itu berbisik, "Bu, aku ingin itu..." seraya telunjuk kecilnya menunjuk halaman sebuah majalah bergambar: komputer!

}--{

"Impian harus menyala dengan apapun yang kita miliki; meskipun yang kita miliki tidak sempurna; meskipun itu retak-retak..." -9 Summers 10 Autumns.
Saatnya mulai berkemas, untuk impian yang harus menyala, meskipun itu retak-retak. Ia kecil ingin komputer, dan aku ingin "the huge one"! :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar