Minggu, 25 Maret 2012

Surat Tua

beutiful memory ever
Hari ini saya menemukan berpucuk-pucuk lipatan kertas yang telah menguning dimakan zaman di sela-sela tumpukan arsip-arsip lawas. Sebagian lipatan-lipatan masih tersampul rapi dalam beberapa amplop putih dan amplop biru, sebagian lagi telah tak beramplop, sementara sebagian lain hanya amplop tanpa secarik kertas di dalamnya. Ya, itulah yang disebut surat. Sarana komunikasi berpuluh tahun yang lalu ketika telepon masih belum terjangkau.

Surat-surat itu berangka tahun 1980an, paling anyar ditulis pada tahun 1986 yang bahkan saya pun belum lahir. Ah..mungkin juga tahun itu bapak dan ibu belum bertemu? Setelah menilik dan mencerap beberapa tulisan tegak bersambung yang kebanyakan ditujukan untuk bapak atau kakek, saya berkesimpulan bahwa model komunikasi seperti itulah yang benar-benar menjadi andalan saat itu. Antar pulau, antar kota, antar propinsi, dan bahkan antar kabupaten! Terkadang saya tersenyum simpul menyusuri rangkaian kata itu karena satu kalimat sederhana yang saat ini dapat dibaca orang lain dalam tempo sekian detik, saat itu harus ditulis dalam selembar kertas dan melalui jasa pos dalam tempo sekian hari, belum ditambah resiko jika ternyata tidak sampai tujuan.

"..aku pinjam baju itu, tolong bawakan ke sini pada tanggal ..."

Kalimat di atas adalah salah satu kalimat yang membuat saya takjub. Bagaimana tidak, saat ini untuk mengatakan hal itu cukup ketikkan saja di layar seluler. Simpel, praktis, mudah, cepat. Perkembangan teknologi telah berkembang sangat pesat dalam tempo dua puluh tahun terakhir, yang segalanya menghendaki sesuatu yang serba instan. Transportasi yang saat itu belum memadai dengan tingkat ekonomi yang masih berkembang menuntut kehidupan yang berproses dalam jangka waktu. Namun mungkin itulah nikmatnya proses, yang membuat surat-surat yang usianya lebih tua dari saya pun masih tetap ada dan berharga, tetap meninggalkan kesan mendalam, menjadi kenangan yang dapat disimpan. Potret kehidupan masa lalu yang dapat diceritakan kepada anak cucu. Carik-carik itu benar-benar tampak klasik.

Begitu pula saat saya mendadak mendapat sepucuk surat kala masih mengenyam tahun ketiga bangku sekolah dasar. Saya mulai merasakan proses itu, muncul kekhawatiran apakah surat tersebut akan tiba di tujuan. Juga debar-debar saat menanti kedatangan surat balasan, menerima sepucuk surat, merobek tepi amplop, menarik lipatan kertas, membuka lipatan kertas, membaca baris-baris tulisan, hingga menulis balasan dan mengunjungi kantor pos. Saat itu saya akan kecewa apabila surat balasan hanya sepanjang satu halaman buku tulis, tak lebih dari tiga paragraf. Sejak itu saya mulai mengenal istilah korespondensi, sahabat pena, dan berbagai macam benda pos. Saat itu pulalah ibu mewariskan koleksi perangko-perangkonya untuk saya. Semua itu meninggalkan kesan mendalam. Ada sesuatu yang tertinggal meski terpisah jarak, waktu berlalu, dan cerita berganti.

Lain halnya saat saya mulai mengenal sarana komunikasi jarak jauh masa kini. Layanan pesan singkat, telepon, surat elektronik, atau jejaring sosial. Segalanya serba maya, tak tersentuh. Ketika memori penuh, beberapa pesan harus terpaksa dihapus, lalu sekian detik lenyap, raib, tanpa kesan tertinggal. Dan akhirnya sejarah komunikasi antar manusia tanpa bertemu langsung tidak banyak yang dapat dikenang.

Hmm... tiba-tiba saya ingin mengintip kehidupan tiga puluh tahun yang lalu.

PS: post read satu surat dari paman, tercetus: jikalau bapak saya saat itu tertakdir bertemu orang batak, saya akan lahir dari rahim siapa? :D 

11 komentar:

  1. hoho, jd inget dulu aku pernah nulis berlembar2 surat, eh dibalesnya cuman selembar dengan isi yang amat singkat. Hmm...sekarang masih ada nggak ya yang suka surat-suratan *keinget masa muda dulu, uhuk-uhuk*

    BalasHapus
    Balasan
    1. surat-suratan yuk en.. :D #masa muda? hmm sekarang sudah tidak muda lagi ya? :P

      Hapus
    2. hehe, sekarang sudah (pura-pura) dewasa :D
      dulu aku kalo surat-suratan pake alamat sekolah (karena nggak pernah bisa kalau pake alamat rumah), sekarang berhubung udah nggak sekolah jd nggak ada akses buat surat-suratan lagi, heu...

      Hapus
    3. yah, endaaah.. pake alamat sekolah adikmu, alamat kantor kakak, bapak, atau ibu? :P eh sapa tau skrg udh ada akses?

      Hapus
    4. kalau begitu nanti saja pakai alamat suami =p

      Hapus
    5. uuuppsss... baiklaaaaaah. kutunggu launching alamatnya yaa :)

      Hapus
  2. ayo, surat-suratan ^^
    aku juga kangen nih dapat pos. bosen dapat sms :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. alamatmu magelang dimana nik? ntar klo aku kangen surat2an aku jadiin kamu pelampiasan deh.. :D

      Hapus
    2. haaaa... tapi di sini kantor posnya kecil Rof, aku dah survey ke sana.

      Hapus
    3. walaupun kecil kalau aksesibel...hehehe

      Hapus
    4. bukan gt, itu brarti kantu pos dan prangkonya biasa2 Rof :(

      Hapus