Sabtu, 31 Maret 2012

Childhood

from emillustration
"Childhood is the age span ranging from birth to adolescence. In developmental psychology, childhood is divided up into the developmental stages of toddlerhood (learning to walk), early childhood (play age), middle childhood (school age), and adolescence (puberty through post-puberty)."
--Wikipedia




bukan lagi tentang hujan yang mencoba berkelakar dengan waktu
lalu kita berlarian hingga muka surau
itu masa lalu


bukan lagi tentang pelangi yang mencemburui matahari
dan kita akan mengacungkan telunjuk pada senyum lazuardi
waktu tak akan kembali

kini tentang angan yang dulu terpancang setinggi bintang
kala lepas maghrib kita henti sejenak langkah menuju rumah
dan kan berkisah bersama di halaman tak bertuan

kini tentang mimpi yang dulu terlihat sejauh kaki senja mengayuh
juga tentang asa yang dulu tersemai selaksa udara semesta

telah berlari kita di garis takdir masing-masing
kawan, masihkah episode panjang itu menjadi kisah klasik untuk masa depan?

Rabu, 28 Maret 2012

Just Similar

articlia.com
Rofida dan Farida. Apakah nama itu begitu mirip sehingga membuatnya sering tertukar-tukar? Dengan nama tengah ter-eja sama meski berbeda penulisan. Lalu nama akhir dengan rangkaian huruf vokal a-a-i-a dan a-i-a. Begitu susah membedakannya kah?

Rofida, itu nama saya. Dan Farida adalah nama sahabat saya. Kami saling mengenal saat sama-sama duduk di bangku sekolah menengah atas dalam kelas yang sama. Kami dan dua orang sahabat yang lain adalah satu "gank". Kemana pun kami hampir selalu bersama. Tetapi entah mengapa saya dan Fa (panggilan akrab saya untuknya) seperti ditakdirkan dalam ruang yang nyaris berdekatan. Diantara empat sekawan, sepertinya memang kami yang paling sering bersama. Jalan pulang yang searah dan ternyata ada warisan kekerabatan dari ayah-ayah kami, nanti akan saya ceritakan di paragraf akhir.

Selepas jam pelajaran usai biasanya kami akan menghabiskan waktu di perpustakaan sekolah hingga lepas sore hari. Perpustakaan nyaris ditutup dan kami baru akan berkemas pulang. Sampai-sampai bapak pustakawan yang notabene dikatakan killer oleh teman-teman justru menjadi orang yang paling hafal dengan kami meskipun tetap kadangkala terbalik. :D Tak perlu menyebutkan nama, kelas, dan nomor absen, beliau akan sigap segera mengambilkan kartu perpustakaan. Jika terbalik, cukup bilang saja terbalik maka beliau akan mengambil kartu perpustakaan yang seharusnya. Apakah beliau masih ingat ya sekarang setelah empat tahun lebih berlalu?

Ketika waktu berputar dan takdir berkata garis perjalanan selanjutnya berbeda. Kami berpisah jarak berpuluh kilometer. Tetapi tetap kami bersama dalam dunia yang lain, dunia yang tak terlihat. Bercerita apa saja, berkeluh apa saja. Dan saat tiba saya kembali ke "kampung" tak jarang kami akan pergi bersama,empat sekawan reuni di basecamp. Ya, kami punya basecamp! Lalu akan bertolak ke pusat kota, ke tingginya tanah, atau sekadar makan bareng. Kebersamaan yang semakin waktu bergulir, semakin sulit disentuh. I miss many moments with you...

Kadangkala Fa juga akan menjadi "sopir pribadi" saya ketika kami ingin pergi bersama namun tiada kendaraan di rumah. Detik terakhir saya akan menghabiskan masa kuliah, di tengah mobilitas persiapan jelang ujian akhir, dialah yang menemani saya kemana-mana. Cetak gambar, mencari kostum, hingga menjemput ke stasiun! :D

Dan tentang warisan kekerabatan itu, ternyata ayah-ayah kami adalah teman sekolah, adik-kakak kelas yang juga semasa sekolah menengah atas. Sepulang Fa dari rumah, tiba-tiba bapak mencecar saya dengan berbagai macam pertanyaan yang akhirnya berujung pada kalimat: dia anak teman sekolahku. Semoga kau masih ingat ketika setelah itu aku pun kemudian melemparkan pertanyaan-pertanyaan kepadamu.

Akhirnya saya hanya ingin berkata: rupanya memang nama kita begitu mirip, bukan saja karena urutan vokal-konsonan, tetapi juga karena kelekatan kebersamaan ini?

Dua bulan telah berlalu sejak pertemuan terakhir kami. Pertemuan pertama setelah aku kembali memulai rutinitas di kota ini dan pertemuan terakhir sebelum akhirnya kau bertolak ke ibukota. Sepekan lagi kau akan pulang. Dan kita telah merencanakan waktu untuk bertemu lagi... 
I'm waiting for you...

Rhythm of Snail Mail

en.wikipedia.org
Saya rindu permainan postcrossing.

Tidak lain karena hari-hari belakangan saya disibukkan dengan surat-surat tua itu. Membacanya satu per satu dan tidak kunjung usai hingga detik ini. Meski saya tidak menjadi subjek secara langsung tetapi saya dapat merasakan sensasi masa lalu diantara sekat-sekat jarak yang terbentang. Sleman-Yogyakarta; Sleman-Klaten; Sleman-Solo; Sleman-Medan; serta Sleman-Papua. Sepilas cerita tentang transmigrasi, perkebunan, pekerjaan, kekeluargaan, dan bisnis. Saat itu semua bisa dilakukan tanpa telepon atau ranah maya. Masih takjub!

Lalu saya pun membersitkan niat untuk mencari surat-surat tua saya pula, sepuluh-an tahun yang lalu. I got it! But not at all... Bahkan surat korespondensi saya yang pertama pun hilang. Juga surat korespondensi antar kecamatan. :D Jujur ingin tertawa, menyadari saya pernah bersahabat pena dengan teman antar region kecamatan. Yeah, itulah sensasi masa lalu yang kini telah jarang ditemui.

Dan di masa kini saya mengenal postcrossing. Bagi European atau American itu adalah tradisi tetapi bagi Indonesian saya merasa itu menjadi semacam upaya pelestarian terhadap suatu hal yang akan punah. Saya kagum kepada teman-teman PC yang kini telah menjadi sahabat pena antar negeri. Mereka telah mengenalkan aktivitas ini kepada anak-anak mereka yang bahkan masih balita.

Hingga kemudian saya benar-benar menerima kartu pos dari seorang anak Belarus berusia sebelas tahun. Diantara para pengirim kartu pos, diala yang termuda. Tentu saja kata-kata yang diuntainya khas anak seusianya. Ingin rasanya mendengarkan pesan suara yang menyuarakan kalimat-kalimat itu. Kapan ya saya menerima kartu pos dari anak Indonesia? Rasanya mimpi...

PS: Today's big surprise, "The postcard ID-xxxxx to xxxxxxxx in United Kingdom has arrived! It reached its destination in 165 days after traveling 12,188 km!"
I think this card will never reach it's destination after the card-status has changed to "expired". Longest time...

Minggu, 25 Maret 2012

Surat Tua

beutiful memory ever
Hari ini saya menemukan berpucuk-pucuk lipatan kertas yang telah menguning dimakan zaman di sela-sela tumpukan arsip-arsip lawas. Sebagian lipatan-lipatan masih tersampul rapi dalam beberapa amplop putih dan amplop biru, sebagian lagi telah tak beramplop, sementara sebagian lain hanya amplop tanpa secarik kertas di dalamnya. Ya, itulah yang disebut surat. Sarana komunikasi berpuluh tahun yang lalu ketika telepon masih belum terjangkau.

Surat-surat itu berangka tahun 1980an, paling anyar ditulis pada tahun 1986 yang bahkan saya pun belum lahir. Ah..mungkin juga tahun itu bapak dan ibu belum bertemu? Setelah menilik dan mencerap beberapa tulisan tegak bersambung yang kebanyakan ditujukan untuk bapak atau kakek, saya berkesimpulan bahwa model komunikasi seperti itulah yang benar-benar menjadi andalan saat itu. Antar pulau, antar kota, antar propinsi, dan bahkan antar kabupaten! Terkadang saya tersenyum simpul menyusuri rangkaian kata itu karena satu kalimat sederhana yang saat ini dapat dibaca orang lain dalam tempo sekian detik, saat itu harus ditulis dalam selembar kertas dan melalui jasa pos dalam tempo sekian hari, belum ditambah resiko jika ternyata tidak sampai tujuan.

"..aku pinjam baju itu, tolong bawakan ke sini pada tanggal ..."

Kalimat di atas adalah salah satu kalimat yang membuat saya takjub. Bagaimana tidak, saat ini untuk mengatakan hal itu cukup ketikkan saja di layar seluler. Simpel, praktis, mudah, cepat. Perkembangan teknologi telah berkembang sangat pesat dalam tempo dua puluh tahun terakhir, yang segalanya menghendaki sesuatu yang serba instan. Transportasi yang saat itu belum memadai dengan tingkat ekonomi yang masih berkembang menuntut kehidupan yang berproses dalam jangka waktu. Namun mungkin itulah nikmatnya proses, yang membuat surat-surat yang usianya lebih tua dari saya pun masih tetap ada dan berharga, tetap meninggalkan kesan mendalam, menjadi kenangan yang dapat disimpan. Potret kehidupan masa lalu yang dapat diceritakan kepada anak cucu. Carik-carik itu benar-benar tampak klasik.

Begitu pula saat saya mendadak mendapat sepucuk surat kala masih mengenyam tahun ketiga bangku sekolah dasar. Saya mulai merasakan proses itu, muncul kekhawatiran apakah surat tersebut akan tiba di tujuan. Juga debar-debar saat menanti kedatangan surat balasan, menerima sepucuk surat, merobek tepi amplop, menarik lipatan kertas, membuka lipatan kertas, membaca baris-baris tulisan, hingga menulis balasan dan mengunjungi kantor pos. Saat itu saya akan kecewa apabila surat balasan hanya sepanjang satu halaman buku tulis, tak lebih dari tiga paragraf. Sejak itu saya mulai mengenal istilah korespondensi, sahabat pena, dan berbagai macam benda pos. Saat itu pulalah ibu mewariskan koleksi perangko-perangkonya untuk saya. Semua itu meninggalkan kesan mendalam. Ada sesuatu yang tertinggal meski terpisah jarak, waktu berlalu, dan cerita berganti.

Lain halnya saat saya mulai mengenal sarana komunikasi jarak jauh masa kini. Layanan pesan singkat, telepon, surat elektronik, atau jejaring sosial. Segalanya serba maya, tak tersentuh. Ketika memori penuh, beberapa pesan harus terpaksa dihapus, lalu sekian detik lenyap, raib, tanpa kesan tertinggal. Dan akhirnya sejarah komunikasi antar manusia tanpa bertemu langsung tidak banyak yang dapat dikenang.

Hmm... tiba-tiba saya ingin mengintip kehidupan tiga puluh tahun yang lalu.

PS: post read satu surat dari paman, tercetus: jikalau bapak saya saat itu tertakdir bertemu orang batak, saya akan lahir dari rahim siapa? :D 

Senin, 12 Maret 2012

Cozy Space


Tiba-tiba menemukan gambar ini diantara koper folder hasil unduhan dari ranah maya. Saat itu aku ingin menyimpan visual ruang ini sebab terpesona dengan jajaran rak yang mendukung buku-buku yang lumayan banyak itu. Tapi tidak dengan elemen interior dan furnitur yang lain... 

There're something more that I want to be there...
:D

Sabtu, 10 Maret 2012

99 Cahaya di Langit Eropa

before and after :D
"where are you? i wanna give you something that i should give you yesterday..."
Siang itu (06/03) selasar timur gedung arsitektur begitu sunyi dari riuh atmosfer kampus dan lalu lalang para penghuni siangnya. Hanya beberapa teman dan adik kelas yang nampak, juga beberapa dosen yang keberadaannya hanya bisa dihitung dengan jari. Lay-out lantai tiga, zona ruang dosen dan tata usaha serta zona studio dan ruang himpunan, begitu berbeda. Telah terjadi rotasi ruangan. Pintu yang telah lama ditutup kini terbuka, dan pintu yang telah lama terbuka kini tertutup. Pangling dan sedikit linglung.

Kami bertemu tepat di mulut lobby ruang dosen dan tata usaha. Sontak kau memintaku membuka tas ranselku dan kau pun memasukkan sebuah bungkusan ke dalamnya. Jujur, aku penasaran, kawan! Usai kuucapkan terima kasih dan sejenak bercakap, kami berpisah. Menilik dari bentuk bungkusannya firasatku mengatakan itu seperti sebuah buku. Aku penasaran, sungguh-sungguh penasaran. Maka ketika kau berlalu, kubuka ujung bungkusan lalu kuintip sedikit ke dalamnya. Aku merasa familiar dengan ilustrasi cover buku itu. Dan aku seperti pernah membaca cetak nama penulis di atasnya, Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Saat itu aku lupa judul buku itu, namun aku pernah memimpikan untuk memiliki buku itu. And you came in the right time! :)

99 Cahaya di Langit Eropa, malam itu akhirnya membaca judul buku itu pasca membuka sampul pembungkus yang cukup berbelit-belit. :D Tampaknya sampai akhir kebersamaan di bangku kuliah, kau masih menyimpan mimpi kita untuk menjejak tanah Eropa. Namun aku benar-benar tak menyangka dari sekian judul buku yang kutahu bertema Eropa, kau memilih buku ini. Bagiku ini benar-benar surprise, terlepas dari bagaimana aku begitu menginginkan buku ini.

Dalam 99 Cahaya di Langit Eropa, Hanum-Rangga bercerita tentang bagaimana perjalanan kehidupan mereka selama tiga tahun di benua tersebut. Bukan tentang tips bagaimana hidup di sana dengan biaya seminim mungkin, bukan tentang tempat-tempat wisata yang menjadi rekomendasi. Bukan, genre yang dipilih melainkan tentang jejak-jejak kejayaan Islam di benua tersebut. Ketika keemasan Islam mampu membawa Eropa bangkit dari kegelapan menuju terangnya cahaya.

Celestial sphere, bola langit yang dikembangkan oleh Yunus Ibn al Husayn al-Asturlabi. Misteri piring terakota bertulis Arab Kufic, seni kaligrafi Arab kuno. Lalu hijab Bunda Maria yang bertuliskan Pseudo Kufic, yang lebih sulit diinterpretasi bacaannya dibanding Kufic. Dan mantel seorang raja di Eropa yang dikenakan saat hari pengangkatan bertulis kalimat tauhid di tepi bordirnya. Tiga hal itu hanyalah sepenggal kecil dari perjalanan Hanum-Rangga di Louvre untuk menguak misteri masa lalu Islam di tanah Eropa.

Wina, Paris, Cordoba-Granada, Istanbul. Croissant, capuccinno, tulip. Tiba-tiba bayangkanku tentang Italia dan Belanda terpecah. Louvre, Arc de Triomphe du Carrousel, Obelisk, Champ Elysees, Arc du Triomphe de l'Etoile, La defense, Schatzkammer Museum. Tiba-tiba bayanganku tentang angkuhnya Menara Eiffel bertahun-tahun lunglai. Benar kata Hanum, bahwa Eropa tak sekadar Eiffel atau Colosseum. Lebih... sungguh lebih daripada itu. Dan kemudian Eropa tiba-tiba terkalahkan pula dengan epilog buku ini.
"...jalan apapun yang kau pilih akan mengantarkanmu menuju titik awal. Sumber kebenaran dan rahasia hidup akan kau temukan di titik nol perjalananmu. Perjalanan panjangmu tidak akan mengantarkanmu ke ujung jalan, justru akan membawamu ke titik permulaan. Pergilah untuk kembali, mengembaralah untuk menemukan jalan pulang. Sejauh apapun kakimu melangkah, engkau pasti akan kembali ke titik awal."--Paulo Coelho, The Alchemist (dikutip di hal. 372)
Jazirah Arab, Makkah... Ka'bah... Tuhan... Allah... Di sanalah jalan pulang, di sisi-Nya lah kelak manusia akan pulang.

-----

Apa yang terbayangkan ketika satu lingkaran dengan beberapa planet yang telah diperjuangkan selama bertahun-tahun agar tetap berputar pada orbitnya, agar berputar seirama biar tidak bertumbukan, tiba-tiba rapuh. Ya, meski tidak semua partikel di masing-masing planet itu sama-sama menyadari. Planet-planet itu kemudian memang tak bertumbukan tetapi satu dua planet merasa gravitasinya melemah hingga ia hanya terkatung-katung di tepian orbit, memandang perputaran planet-planet lain yang masih ingin berputar.

Mungkinkah planet-planet itu telah menemukan orbit yang lain? Orbit dengan segala keindahan, keanggunan, dan pesona yang mengalahkan lingkaran masa itu. Pelan... lingkaran itu mulai sepi. Sudah tiada mimpi-mimpi yang pernah terlontar hingga menjulur-julur menggapai bintang. Pelan... lingkaran itu kian tak 'bermakna'. Telah dingin suasana dan menguaplah kehangatan yang selalu muncul setelah hujan berlalu. Pelan... lingkaran itu mungkin akan raib. Telah hilang aroma kesamaan, karena kini seiring perjalanan waktu planet-planet itu telah bertumbuh dengan asuhan yang berbeda. 

Hampa. Karena planet-planet itu bukan Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, maupun Neptunus... 

Selamat tinggal (untuk sementara waktu),
aku akan kembali saat kita telah sama-sama menyadari kesalahan kita masing-masing.
waktu untuk introspeksi dimulai...

Sabtu, 03 Maret 2012

Come to An End

010312
"selamat datang di universitas kehidupan, universitas yang sesungguhnya...
manusia jenius biasanya akan memasuki tataran akademik, menjadi dosen
manusia pandai akan memasuki wilayah perusahaan bonafit
sedangkan yang pas-pasan dia pun akan menjadi pengusaha besar
jadi,   semua akan mendapatkan kesempatan..."
-dean  of the faculty of engineering uns

Gift of The Day


and this tagged photo...


dan hari ini aku telah kembali
namun ada yang masih saja membuatku ingin kembali dan tak ingin pergi
ketika kubaca pesan singkat mu:
"where are you? i wanna give you something that i should give you yesterday..."
:) wait me friend, wait me, i'll come on Monday...

Jumat, 02 Maret 2012

Flowers of The Day



--terkadang tidak semua yang ingin diutarakan dapat dikatakan atau dituliskan
terima kasih semua...