Rabu, 26 Desember 2012

Kotagede dalam Gambar

Anak-anak Kotagede yang duduk berjajar di gerbang pelataran sendang sebelum shalat Jum'at. Saya suka komposisi itu.
Seorang abdi dalem yang melangkah menuju "padepokan" di antara masjid dan pemakaman Raja Mataram. 

Selasa, 25 Desember 2012

Selamat Pagi, Ibukota!

Dear readers,
Sudah lama sekali rasanya absen dari rumah ini. Dengan irama kehidupan  baru yang mulai saya jalani hampir sebulan lalu, yang berbeda dengan sebelumnya, tak terasa ternyata membawa energi yang berbeda pula dalam minat berkunjung ke halaman ini. Mungkin ini yang kata orang adalah "proses adaptasi". :)
Saya sekarang di tepian ibukota sebelah barat daya. Tentunya dengan julukan kota metropolitan yang menyimpan segudang kompleksitas dan keberadaan kota-kota penyangga ibukota memberikan perspektif yang berbeda bagi saya. Saya tidak lagi menjumpai sapaan ibu, bapak, atau adik-adik saya setiap hari, secara langsung. Saya tidak lagi menemui pertanyaan, "Mau ke mana?" yang diucapkan bapak setiap kali saya akan keluar rumah dan "Pulang kapan?" yang dituliskan ibu melalui pesan singkat setiap kali saya belum juga pulang padahal malam sudah beranjak. Dan saya tidak lagi mempunyai kebiasaan menghabiskan makan adik saya tiap kali tidak habis. Mungkin terkadang saya rindu mereka, tetapi ini sudah ketetapan pilihan saya yang sudah didukung mereka. Mari berjuang!
Sekarang saya harus mandiri. Saya harus memiliki manajemen sendiri untuk kehidupan keseharian saya. Saya harus bertanggung jawab terhadap diri saya sendiri. Saya harus memimpin diri saya sendiri. Beberapa hari yang lalu saya sempat membaca sebaris kalimat di status Facebook teman (yang maaf saya lupa itu siapa): Bagaimana seseorang akan memimpin orang lain, jika memimpin diri sendiri saja tidak bisa? Di sini tidak ada orang-orang terdekat yang akan mengingatkan saya secara langsung. Di sini saya lepas dari zona nyaman yang sekian tahun telah saya reguk.
Saya tidak lagi menemui embun yang segar di pucuk-pucuk hijaunya daun setiap pagi. Juga tentang hujan yang aromanya seringkali begitu lekat bersama udara yang menyusup di pipa-pipa pernafasan. Lenguh kerbau di petak sawah depan rumah, suara bebek di belakang rumah, jangkrik yang mengerik setiap malam, burung yang berkicau di tingginya pepohonan di samping rumah, telah berganti dengan suara kendaraan yang tidak pernah usai berlalu-lalang, hingar bingar musik dari ruang tetangga, atau gergaji dan kayu dari para tukang. Mungkin saya juga akan rindu ikan cupang dan dua hamster peliharaan saya dan adik-adik.
Tetapi bukan perjuangan jika tanpa pengorbanan bukan? Saya mencoba menyadari dan berusaha belajar meyakini itu. Dengan beragam karakter dan logat bahasa yang saya jumpai, membuktikan kekayaan entitas ibu pertiwi. Dengan jalanan yang seakan tidak memberi ruang bagi pejalan kaki, membuncahkan kesabaran berlipat. Dengan pola budaya yang baru, semoga saya belajar lebih dewasa menyikapi hidup ini.
Ketika kebanyakan orang di kampung sana bilang, "Ke Jakarta adalah kebanggaan," saya ingin bilang: Ke Jakarta adalah perjuangan besar! :) 
Selamat pagi, ibukota!
Salam,
Rofida Amalia

Senin, 26 November 2012

Kotagede, Perjumpaan di Balik Modernitas

Berbicara tentang Kotagede rasanya tidak luput dari kata "perak" dengan deretan kubikal yang menjajakan berbagai kreasi dari logam tersebut. Kawasan Kotagede di sisi selatan Kota Yogyakarta ini memang sangat termasyhur dengan industri peraknya. Namun di sudut yang lain terdapat satu titik wisata yang bagi saya cukup tersembunyi di balik keriuhan penjaja perak. Di sanalah terletak kompleks Masjid Kotagede yang menyatu dengan Makam Raja Mataram.
pintu gerbang masuk kompleks
Pintu gerbang masuknya mungil namun kokoh seperti kori atau candi bentar pada bangunan Bali. Hanya dapat dilalui dua orang secara beriringan dengan tinggi pintu yang tergolong sedang --hal ini mengingatkan saya pada konsep bangunan Jawa bahwa pintu yang dibuat rendah memiliki maksud agar para tamu menundukkan kepala sebagai tanda penghormatan kepada tuan rumah. Daun pintu yang terbuat dari kayu penuh dengan ukiran pada dua sisinya. Terasa sangat tradisional ketika mengamati engsel putarnya yang juga dari kayu serta pengunci daun pintu seperti rumah-rumah tempo dulu.
pengunci pintu
engsel putar
 ***

masjid kotagede
Memasuki pelataran masjid akan dijumpai sculpture berupa tugu jam berwarna hijau muda diantara beberapa pohon perindang. Di sisi kiri dan kanan terdapat bangunan tunggal seperti balai-balai tanpa tembok sebagai area peristirahatan. Pada bagian depan masjid tersaji kolam yang membatasi bagian depan beranda masjid yang harus dilintasi untuk masuk area masjid. Masjid yang dibangun pada tahun 1856-1926 ini didominasi warna hijau tua dan putih mengacu pada warna yang digunakan di Keraton Yogyakarta.
tugu jam
Material pagar yang membentuk laksana labirin mini didominasi batu bata ekspos dengan beberapa ornamen yang tersusun sesuai pola tertentu. Ornamen berupa corak flora dan barong menghiasi beberapa sisi pagar. Labirin mini itu membawa saya menuju area di samping masjid yang dibatasi dengan pagar tinggi. Di sanalah area pemakaman Raja Mataram berada. Salah satunya adalah makam Kandjeng Panembahan Senopati yang bertahta di Mataram pada tahun 1579 dan wafat pada tahun 1601. Namun saat saya berkunjung ke sana bertepatan dengan waktu shalat jum'at sehingga makam ditutup selama satu jam. Lagi pula untuk memasuki area pemakaman kamera dan peralatan dokumentasi harus disimpan.
pola-pola ornamen pada pagar
Saya pun berputar haluan menuju gerbang di sisi yang lain. Pelataran di depan saya terletak agak ke bawah, jadi saya harus menuruni beberapa anak tangga untuk sampai di pelataran berikutnya. Ternyata itu adalah kolam-kolam pemandian yang terdiri dari sendang wadon (perempuan) dan sendang lanang (laki-laki) dengan dua balai di dekatnya, salah satunya disebut balai kencur. Sendang wadon dan sendang lanang terletak terpisah dengan pembatas berupa pagar. Sendang wadon terkesan lebih tertutup dengan atap limasan yang melingkupi kolam. 
sendang lanang

Tak ketinggalan, di dekat sendang wadon saya menjumpai dua buah "offerings". Tradisi ini masih menjadi kepercayaan bagi para abdi dalem yang menjaga kawasan ini. Sebuah fenomena yang sungguh berbeda dari perjumpaan dengan perak di luar pagar yang begitu modern.

Kamis, 08 November 2012

Pekan Seni Tradisi dan Produk Kreatif Nusantara 2012

Welcome Gate
Rabu (31/10) rupanya menjadi hari terakhir gelaran pesta nusantara tahun ini di Jogja Expo Center yang bertajuk Pekan Seni Tradisi dan Produk Kreatif Nusantara 2012. Beragam produk kerajinan lokal Indonesia dipamerkan pada even ini dengan ciri khas masing-masing. Saya merasa beruntung dapat hadir walaupun lokasi sudah sepi, beberapa stand sudah kosong, dan kerajinan yang kemarin sempat dikisahkan kawan telah lenyap.

Peta Petunjuk
Apabila menilik peta petunjuk di atas, ternyata partisipan dalam agenda DIY kali ini sangat beragam. Mulai dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan beberapa propinsi di nusantara, Dinas Paiwisata, perusahaan industri makanan dan minuman, perusahaan penerbitan dan media, perajin tekstil dan aksesoris, perajin kulit, perajin kaca dan metal, permbuat lukisan pasir, fotografer, independen kreatif, hingga komunitas seni dan budaya. Saya membayangkan pasti di hari-hari pertengahan, suasana di tempat ini begitu meriah.

Membuat Wayang
Salah satu stand yang saya kunjungi adalah stand yang memamerkan kerajinan dari kulit berikut tahapan proses produksinya. Kulit yang telah digunting sesuai pola, kemudian ditatah dengan detail mengikuti garis pola. Tidak hanya wayang, perajin kulit ini juga memproduksi gantungan kunci, kipas, hiasan dinding, dan pembatas buku. Semuanya dari kulit.

Stand Furniture | some of them are unique :)
Melintasi jajaran furnitur-furnitur dari kayu, mengamati lekuk-lekuk ukiran dan desainnya. Semua terasa alami sekali, khas kampung, tradisional nusantara, lokalitas. 

Angkringan Jogja Papercraft
Dan pesona terakhir saya tertambat di stand ini, prototype angkringan, tugu jogja, dan bermacam aktivitas lain diwujudkan dengan media papercraft yang sangat detail dan begitu nyata. 

Rempah-Rempah
Tepat sebelum menjejakkan langkah menuju pintu keluar, ada magnet yang menarik saya dan kawan untuk masuk ke stand Intra Food yang kebetulan lokasi produksinya di kota yang sangat akrab bagi kami. Sejenak duduk di kursi stand, memandangi serius wadah berisi beberapa macam rempah-rempah.

"Tebak, apa saja nama rempah-rempah itu?" kata penjaga stand tiba-tiba.
"Kayu manis, jahe, kencur, cabe, pala, cengkeh ..." masih kurang tiga dan saya sudah tidak memiliki ide apapun untuk menebaknya.
"Itu adalah bla bla bla ..." lanjut penjaga stand, dan kini saya lupa apa yang disebutkannya tentang ketiga rempah itu.

:D

Selasa, 06 November 2012

Ideas are Bulletproof

Ide itu tak ada matinya. Mungkin itu gambaran yang dapat menjelaskan judul tulisan ini, kutipan yang saya dapat dari Fanny, seorang teman bertukar kartu pos dari kota seberang.
handmade postcard from @fanniy
Pertama kali memegang kartu pos itu, terasa ada yang unik dan berbeda dari kartu pos-kartu pos lain yang pernah saya terima. Perpaduan tiga material menjadikannya sangat touchfull. Setidaknya bagi saya. Kain yang dijahit dengan benang membentuk susunan huruf, lalu ditempel pada kertas bertekstur. Ada proses yang lebih panjang pada perjalanan kartu pos ini. :)

Ide kreatif. Saya menemukannya. Dan saya kembali berpikir untuk mengganti haluan. Handmade postcard, why not? Bermain dengan kertas, gunting, lem, atau mendaur ulang bahan-bahan yang sudah tidak terpakai. Sepertinya akan sangat menyenangkan berkreasi sendiri, mengasah kreativitas. Memang tidak semua penggemar kartu pos menyukai kartu pos yang dibuat dengan tangan, bahkan ada yang secara terang-terangan mengatakan tidak mau menerima. Tapi tidak ada yang tidak mungkin.

Mengutip kata-kata dari blog Fanni:
IDEAS ARE BULLETPROOF
Ide untuk mengembangkan passion dan keinginan untuk berbagi kepada sekitar. Itulah pengingat agar kita tetap menjejak ke tanah saat sudah mengepakkan sayap menuju cita dan impian.
Mari memulai pagi ini dengan lebih kreatif! :)

Selasa, 30 Oktober 2012

Tulips from Holland

beautiful tulips on the unique card
"Greetings from Holland, from the Tulip region. :) I would love to visit your country with my kids, it must be so beautiful."
-Marcel & Family-

Kamis, 25 Oktober 2012

Surga Pertiwi yang Tersembunyi

MyMakassar - Ada proyek tahunan pariwisata bahari –rangkaian ulang tahun Kepulauan Selayar– besutan propinsi Sulawesi Selatan yang kian diapresiasi berbagai kalangan, termasuk oleh jajaran birokrasi pemerintahan, yaitu Sail Taka Bonerate (Taka Bonerate Island Expedition). Taka Bonerate sendiri adalah taman nasional bawah laut di Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan. Tepatnya di Laut Flores, sekitar 79-206 mil arah selatan Benteng, ibukota Kabupaten Selayar, atau barat Kepulauan Wakatobi. Terdiri dari gugusan pulau karang (atol) seluas 220.000 hektar dan luasan terumbu karang 530.765 hektar menjadikan Taka Bonerate sebagai atol terbesar di Nusantara sekaligus menjadi peringkat ketiga setelah atol Kwajifein, Kepulauan Marshall dan atol Suvadiva, Maldive.
Potret aerial Taman Nasional Taka Bonerate
Topografi bawah laut Taka Bonerate dapat dikatakan menarik dengan perpaduan gugusan pulau dan pantai pasir putih serta terumbu karang yang membentuk selat-selat kecil yang dalam dan terjal. Saat air surut, pada terumbu karang akan terbentuk kolam-kolam kecil. Warna laut yang biru pekat menandakan bahwa perairan tersebut cukup dalam --hingga 1500 meter di bawah permukaan laut. Atol Taka Bonerate mengelilingi dua puluh pulau dimana enam diantaranya telah dihuni penduduk setempat. Sedangkan lima belas pulau menjadi tujuan diving dan snorkeling. Kegiatan memancing, menyelam, hingga hunting foto patut menjadi agenda yang harus berada di to-do-list para penggemar objek alam serupa Taka Bonerate. Bahkan pada even seperti Sail Takabonerate, aktivitas seperti itu menjadi agenda utama.
Bentangan Keeksotisan Taka Bonerate
Atol Taka Bonerate sangat penting dilestarikan mengingat keberadaan kekayaan lautnya juga habitasi burung di sekelilingnya. Menurut Departemen Kehutanan RI, Taka Bonerate memiliki 261 spesies coral, 295 spesies coral fish, 224 spesies mollusca --dari kelas gastropoda, kelas bivalve (kima, kerang mutiara, cumi-cumi, dan gurita), spesies echinodermata --teripang, bintang laut, lili laut, bulu babi, dan spesies lainnya seperti penyu sisik, penyu tempayan, serta penyu lekang. Terdapat pula populasi ikan yang dapat dikonsumsi seperti kerapu, tenggiri, dan cakalang.

Nur Aisyah Amnur, SP, MP –PEH Ahli Pertama Balai TN Taka Bonerate mengutarakan bahwa terdapat beberapa spot diving di Taka Bonerate diantaranya Ibel Orange 1 di Perairan Tinabo Besar; Joan Garden di Perairan Tinabo Kecil; Softcoral Point; Wall Reef; Wall Reef 3; Acropora Point; dan Corina Corner. Biota yang menghuni spot-spot tersebut bermacam-macam seperti trevallies, snapper, fusiliers, sweetlips, butterfly fish, angelfish, grouper, damselfish, batfish, wrasse, parrot fish, surgeon fish, frog fish, trigger fish, bumphead fish, flat worm, scorpion fish, lobster, eagle rays, dan nudibranch. Di Joan Garden bahkan terdapat biota cardinal fish, baby shark, dan penyu. 
Pesona Bawah Laut Taka Bonerate
Mayoritas penduduk Bonerate adalah muslim meskipun masih kuat pula kepercayaan tradisionalnya. Mereka tinggal di beberapa pulau yaitu Pulau Rajuni, Tarupa, Latondu, Jinato, dan Pasi Tallu. Pulau Rajuni Kecil menjadi destinasi pulau yang sering direkomendasikan untuk bermalam. Pantai pasir putih dan keramahan penduduk lokal menjadi daya tarik tersendiri. Berbaur dengan Suku Bajo dan Suku Bugis dengan lokalitas keseharian mereka pasti akan menjadi pengalaman yang tidak akan terlupakan. 

Taka Bonerate tidak hanya menawarkan konsep wisata bahari tetapi juga historis. Jika berkunjung ke Taka Bonerate, selayaknya tidak melewatkan kesempatan mengunjungi Taka Mariam dan Taka Gantarang. Taka Mariam adalah tempat menyimpan meriam kuno milik pasukan kolonial pada masa lampau, sedangkan Taka Gantarang adalah tempat menyimpan meriam kuno kembar milik pedagang Cina.

Rekomendasi utama kunjungan ke Bonerate antara bulan September-November atau April-Juni. Disarankan membawa kebutuhan primer selama berwisata, seperti air minum, krim pelindung dari matahari, topi, dan makanan ringan. Untuk menuju ke kawasan Taka Bonerate dapat ditempuh dengan bus tujuan Makassar-Bulukumba selama lima jam, kemudian dilanjutkan naik kapal ferry Bulukumba-Pelabuhan Pamatata di Kabupaten Selayar selama dua jam. Atau dapat pula ditempuh selama 45 menit dengan pesawat kecil jenis Twin Otter atau CN 235 langsung dari Makassar. Pesawat tersebut lepas landas tiap hari pada pukul setengah delapan pagi. Terakhir menuju Pulau Benteng selama satu setengah jam. Untuk menuju penginapan di Pulau Rajuni dapat menaiki kapal kayu selama lima jam. Perjalanan yang pasti akan sangat menantang.

Selamat mengeksplorasi butiran keeksotisan Taka Bonerate! :)

Rabu, 24 Oktober 2012

Helsinki vs New York

Suomenlinna, an UNESCO WHS, is a sea fortress of Helsinki, Finland.
Thank you Eeva!
#hope someday i'll be there, finland is always awesome for me
A lake in New York City Central Park, where you can rent a row boat.

Photo take by Nellies, the sender.

Selasa, 23 Oktober 2012

Pekerjaan Sunyi


"Menulis adalah pekerjaan yang sunyi. Selama ini saya lebih banyak menulis di rumah, sebuah tempat yang paling membuat saya betah saat menulis. Kadang saya butuh ditemani alunan musik, tapi di lain waktu saya malah ingin keadaan sunyi senyap agar bisa berkonsentrasi lebih baik.
Beberapa penulis (seringnya ditemukan dalam film atau novel) sering melarikan diri ke tempat-tempat jauh; villa di tengah hutan, pondok di tepi danau, atau sebuah rumah musim dingin. Mereka butuh kesunyian agar bisa menderas ide dan gagasan lebih baik.
--Melvi Yendra 

Senin, 22 Oktober 2012

Pendar Bola Cahaya




the most light i like



Cahaya menyala ketika kegelapan tiba.

Dalam kubikal kecil itu, tiba-tiba lentera paralel padam. Seketika kegelapan menguasai suasana, tiada suara. Gapaian tangan menemukannya. Sejumput terima kasih yang masih tak ingin sirna ketika kembali menyapanya walau tak lagi bercahaya.

still, thank you my friend... it's october, one year ago we start our struggling time... and it's end happily... till today...

PS: bola cahaya yang diberikan seorang kawan --@auliaVy, sekian bulan yang lalu. setahun yang lalu kami memulai perjuangan puncak bersama. bola cahaya yang tiba-tiba ingin kubawa merantau ke bogor beberapa bulan yang lalu. dan keberadaannya sangat berarti di saat berturut-turut selama beberapa hari listrik di sana padam... baru saja saya menemukan kembali foto-foto buah keisengan dalam kegelapan di kotak habitasi sementara di "kota barat" :)

Jumat, 19 Oktober 2012

When The Rain Falls ...

di luar hujan
To-do-list sudah di tangan. Tas sudah di bahu. Tubuh siap melangkah keluar. Firasat tentang awan kelam yang menggantung kemudian menjadi nyata. Gerimis merintik, perlahan menderas menjadi hujan. Just take a deep breath...

Gadget kembali dibuka. Mengirim pesan singkat untuk alternatif eksekusi perjanjian semula. Email melayang, menjadi duta di saat darurat. To-do-list kembali diutak-atik.
Hujan seakan menjadi dua sisi mata uang bagi saya. Di satu sisi, saya begitu menyukainya. Tetesan air dari langit yang membentuk pola-pola vertikal; "nada-nada" yang air yang menghentak beragam benda yang ditumbuknya; udara yang sangat sejuk, pun terkadang sedikit dingin; dan tentu saja aroma tanah yang begitu khas. Komposisi yang apik! Lalu saya terkadang akan mencoba memadukan kembali komposisi itu dengan beragam koleksi musik instrumental, menyisir dapur demi secangkir kopi atau teh, dan sepotong cokelat atau brownies (opsional). :)

Namun jika menilik kembali situasi seperti di atas, saya akan sedikit kecewa dengan hujan. Ia tidak datang di saat yang tepat. Rencana-rencana saya yang telah tersusun, seketika menjadi sedikit berantakan (jika tak ingin dibilang amburadul). Diundur, dibatalkan, atau mengeksekusi plan B adalah pilihan-pilihan yang tersodor.
Bagaimanapun juga hujan tidak akan pernah bisa disalahkan. Mungkin ia hanya  sekedar ingin mengajarkan pesan kebijakan kepada manusia?

Rabu, 17 Oktober 2012

Solo and Sweden +2

SIPA 2012 w/ WPAP finishing touch as a souvenir f/ Iin. ;D
11 C. Slussen, Stockholm, Sweden. Surprise f/ Mbak Sekar :)
Habsburg Castle, Zurich, Switzerland f/Caroline
City of Hannover, Germany  f/Manuella

Senin, 15 Oktober 2012

Pecha Kucha Night Jogja V.4

Pecha Kucha Night Jogja Volume 4
 Sabtu (13/10) menjadi malam perdana saya menghadiri acara Pecha Kucha Night Jogja yang ternyata sudah digelar untuk kali keempatnya di kota ini. Beberapa tahun yang lalu saya sebenarnya pernah menyambangi acara serupa di Bandung, tepatnya di Gedung KAA, sewaktu turut serta dalam studi ekskursi himpunan mahasiswa arsitektur kampus almamater. Kesan pertama yang saya tangkap saat itu adalah bahwa acara ini unik, dihadiri oleh insan-insan kreatif nan tak terduga, berbalut kesederhanaan suasana. Secara singkat dapat didefinisikan jika Pecha Kucha adalah malam presentasi atau malam berbagi ide dan cerita dalam waktu yang pendek. Acara  ini pun tidak hanya digelar di beberapa kota saja, tetapi telah digelar hampir di seantero dunia. Jadi bagi saya, tentu saja ini bukan sembarang acara. :)

Selepas maghrib kami berenam --saya, dua kawan kuliah dulu, dan tiga teman kawan saya itu, sudah berkumpul di area Bundaran Kampus UGM untuk kemudian bersama-sama menuju arena acara di Waterbank Cafe, kawasan Sagan. Begitu sampai di ujung jalan menuju cafe, telah tampak keriuhan di sebuah bangunan yang telah di-set sedemikian rupa. Setelah melewati meja registrasi online dan mendapatkan sticker plus a cup of tea, kami langsung bergabung dengan tamu-tamu lainnya di jajaran kursi yang telah disediakan.

Presentasi pertama dibawakan oleh Mbak Iko yang juga kakak kelas saya semasa es-em-a, selisih setahun. Ia menceritakan pengalamannya english debatting dan pencapaian yang telah digenggamnya karena debat. Debat telah membawanya berkelana di berbagai belahan dunia. Pun sejak es-em-a, karena debat pula ia mendapatkan kesempatan exchange ke Amrik selama setahun meski itu membuatnya menjalani masa bangku abu-abu selama empat tahun dan lulus bersama dengan angkatan saya.

Kirana Karang
Selanjutnya ada Kirana Karang yang sekarang masih duduk di bangku es-em-a. Ia pun telah wira-wiri ke mancanegara sejak kecil, saat sekolah dasar ia berkesempatan exchange pula ke Perancis. Ada Kristupa Saragih, fotografer yang telah menyambangi hampir semua propinsi di Indonesia sekaligus founder fotografer.net. Sempat diputar sebuah video berisi slide-slide foto karya Kristupa dan kawan-kawannya yang dipadu dengan lagu nasional Tanah Air, dan itu membuat hati saya cukup bergetar. Betapa Indonesia begitu indah dan mempesonanya.

Nanamia Pizzeria: The beginning, "I am an Architect!"
tantangan itu selalu ada
Insan-insan kreatif seperti dari Poyeng Knitting (seni merajut) atau J-Toku Indonesia (monster) hingga kisah profesi Arkhy Pradipta sebagai fashion stylist atau resto pizzanya Mbak Nana yang bertitel Nanamia Pizzeria hingga curahan hati Ibu Laretna Adishakti dari Jogja Heritage Society menjadi rangkaian  cerita lainnya malam itu. Ada senyum dan tawa, terkadang terperangah tak percaya adalah warna malam itu. Meski tidak menyaksikan hingga acara selesai, sepenggal cerita mereka mampu menghapuskan dahaga saya. Everyone is unique and it's true...

Sekitar pukul setengah sepuluh malam, kami meninggalkan kursi dan memacu laju kendaraan menuju sebuah tempat makan yang dindingnya hampir sempurna dihiasi lukisan. Unik sekali, pikir saya. Belakangan  setelah mengamati dinding-dinding itu lebih lanjut, saya baru tahu kalau di sana tidak hanya menjual makanan tetapi juga melayani jasa figura. Dan pemasaran jasa itu akan diakhiri saat tepat tengah malam. Saya melongo. Kota ini benar-benar hidup tidak seperti Solo yang konon sempat kondang dengan sebutan kota yang tidak pernah tidur.

The world really works! :)

Jumat, 12 Oktober 2012

Today's Wordle


Kartu Pos (Lagi)

Cracow, Polland.
Brama Florianska -- Florian's gate
Kartu pos bergambar gerbang Florian dari Marek. 
"There are very many monuments. The old town with medieval devender walls are on the UNESCO's WHS list. You must see them."
Ohio, USA.
State Capitol Rotunda
Kartu pos dengan detail arsitektur Capitol Rotunda di Amerika Serikat yang dikirim oleh Rebekah. Saya bahagia karena katanya itu adalah kartu pos pertamanya yang dikirim ke Indonesia, dan itu untuk saya! :)
"The rotunda is one ofthe most remarkable spaces in the Statehouse. The rotunda stretches 120 feets from the floor to the skylight, and it's crown jewel is the dome's 29-foot-wideskylight."
Bonn, Germany.
Bonn am Rhein
Kartu pos dari Johanna yang telah tinggal di Bonn beberapa tahun lalu.
"The mixture of very old and new buildings is very interesting."
Brussel, Belgium.
Market Place, Flower Carpet
Kartu pos ini adalah salah satu kartu pos favorit saya, dikirim oleh Poivre. Menceritakan pola-pola bunga yang ditata hingga menyerupai karpet raksasa dari tahun ke tahun. Pasti sangat menyenangkan bisa melihatnya secara langsung. Hope someday! :)
"The grand place (UNESCO WHS) is beautiful even without the flower carpet! Was lucky to see the carpet this year!"
 Stavropol, Russia.
@The Moscow Kremlin
Kartu pos dari Alex dan Milla yang tinggal di Stavropol, Russia. Mereka juga menceritakan bahwa Stavropol adalah kota yang tidak terlalu besar, hijau dan damai.
"The Moscow Kremlin. Royal regalia of the Russian empire. Diamond Fund of Russia."
Rotterdam, Nederland.
Katertje!!! -- kucing jantan
Erik mengirimkan kartu pos bergambar kucing kepada saya. Dan sebenarnya saya tidak menyukai binatang itu. Tapi dengan tiga perangko unik yang tertempel, saya tidak bisa menolak untuk menerimanya. Apalagi dikirimkan jauh-jauh dari benua seberang. :)

#masih ada satu kartu pos dari "kakek" di New South Wales, Australia bergambar jejak peninggalan suku Aborigin

Sabtu, 06 Oktober 2012

Delisa

here
Hidup ini sederhana sekali. Tinggal dijalani sebaik-baiknya, banyak-banyak bersyukur. Maka semoga kita selalu bahagia dengan apa yang kita miliki.
--Darwis Tere Liye
Delisa, gadis kecil yang tinggal bersama ibu yang dipanggilnya Ummi serta ketiga kakak perempuannya. Keriangannya, keluguan khas anak kecil, tetap bersemi meski harus kehilangan orang-orang terdekat yang begitu dicintainya karena hempasan tsunami. Kisah yang termuat dalam film bergenre religi, Hafalan Shalat Delisa, ini mengangkat kehidupan masyarakat pantai di tepian Aceh , Lhok Nga, berdasarkan novel karya Tere Liye. Meski sudah terbilang lama muncul di layar bioskop, rangkaian adegannya tetap menarik untuk disimak. Setidaknya bagiku yang baru kali ini mengikuti alur kisahnya secara utuh.

Chantiq Schagerl, pemeran tokoh Delisa, membawakan karakter bagiannya dengan apik nan menggemaskan. Pertanyaan-pertanyaan polos yang tiba-tiba membuat hati terhunjam. Pertanyaan dan pernyataan yang sering terlepas dari pikiran manusia dewasa. Benar kata orang kebanyakan, kadang kita yang lebih dewasa patut belajar dari anak kecil. Kebaikan hati seorang anak ketika bersedia berbagi bahkan ketika seharusnya ia merasa begitu kehilangan. Tak hanya kehilangan ibu dan ketiga kakak perempuannya, namun juga kehilangan sebelah kakinya. 

Sosok bocah yang begitu tegar diterpa ujian kehidupan yang begitu besar. Ada tangis sesaat namun kuntum-kuntum senyumnya lebih banyak tampak. Jiwa yang mudah bergaul dan beradaptasi sekalipun dengan orang asing, relawan-relawan yang merawatnya selepas tsunami. Perbedaan bahasa bukan penghalang untuk tetap saling mengerti dan memahami. Delisa, kisah kecil yang memburaikan beberapa butir kristal bening...

Delisa cinta Ummi karena Allah...
Delisa cinta Abi karena Allah...

Rabu, 26 September 2012

Kepulangan

blendungmycity.com
"Apa rasanya ketika seseorang yang sebelumnya setiap hari kita jumpai, lalu detik itu juga takdir berkata bahwa kesempatan untuk menjumpainya telah habis?"
Aku baru saja merasakannya. Ada sesuatu yang benar-benar hilang lalu tidak tahu harus kemana mencarinya lagi. Sesuatu yang lenyap tanpa pertanda atau peringatan apapun, lalu butuh keikhlasan untuk menerima keputusan besar itu.

Engkau yang setahun belakangan kujumpai dalam setiap langkahku di rumah. Engkau yang kusaksikan semakin merapuh seiring masa yang semakin memutar ke depan. Engkau yang kemudian kulihat mengerang karena sakit di akhir waktumu. Entah mengapa aku yang selalu meneteskan bulir kristal bening dari kelopak mata ketika menatapmu, menggenggam jemarimu. Aku pun tak tahu. Hingga akhirnya aku tak sanggup untuk berada dalam posisi sangat dekat di sisimu.

Dan waktu yang dijanjikanNya kepada setiap insan pun tiba. Engkau pergi dengan begitu tenang... Engkau pergi untuk selamanya. Meninggalkan segala apa yang ada di sekelilingmu. Engkau telah beranjak pulang menuju rumahmu yang sesungguhnya...

"Kita baru akan merasakan kehilangan, ketika apa yang telah kita miliki telah pergi, dan tak pernah kembali."

Minggu, 09 September 2012

Re-sign

Resign.
Akhirnya aku mengenali kata itu. Kosakata yang semenjak lepas dari bangku kuliah seringkali membayang-bayangiku melalui cerita-cerita kawan seperjuangan atau kakak-kakak yang telah lebih dulu melangkah. Mungkin tidak sedikit yang heran dan menyayangkan keputusanku ini di tengah persaingan dunia kerja. Namun keputusan ini telah kubulatkan, restu bapak dan ibu pun sudah di tangan. 

Bukan tanpa sebab ketika aku membulatkan tekad untuk mengatakan buliran kata-kata yang memiliki satu kesimpulan: resign. Dan ada sejumput idealisme yang masih terus merasuk di dalam jiwaku. Entah kapan aku akan mulai sedikit menyerah dengan perkara idealisme ini. Saat aku telah memutuskan suatu hal yang menyangkut prinsip, sulit bagiku untuk merubahnya sedikit. Apalagi membatalkannya, tak semudah membalikkan telapak tangan.

Masih kuingat dengan jelas percakapan (mungkin lebih tepat jika kusebut "persidangan"?) dengan ketua jurusanku di masa-masa akhir kuliah. Di lobby jurusan, kami duduk di sofa-sofa cokelat membicarakan tentang waktu yang akan senantiasa bergulir, tentang langkah-langkah selepas gelar tersemat. Aku bertahan dengan keputusanku, keinginanku. Hingga akhirnya beliau berujar kurang lebih, "...idealisme itu boleh-boleh saja. Tetapi harus bisa menempatkan pada tempat yang tepat ..."

But, yes, it's hard....

Kamis, 05 Juli 2012

#2 So Early Homesick

Senin, 28 Mei 2012
Free day! Diklat baru dimulai besok pagi dan saya tidak tahu harus berbuat apa hari ini. Di daerah ini saya masih begitu buta rasanya. Dan rasanya saya ingin menangis...

Suasana sekitar kost ini begitu berbeda, sangat jauh berbeda dari kawasan kost pada umumnya. Kawasan kost pada umumnya sangat berjibun warung makan, warnet, laundry, tempat fotocopy, hingga agen pulsa yang bak jamur. Semua poin itu belum saya jumpai. Kost ini adalah hasil pencarian kedua sepupu saya dengan susah payah. Konon kata bapak kost, ini adalah satu-satunya kost putri di sini. Mafhum pula jika ternyata segala fasilitas umum yang biasa ada di kawasan kost berstatus nihil. Kampus Tazkia yang sebelumnya di kawasan Dramaga belum lama pindah ke Sentul City.

Karena sebelumnya sudah dideskripsikan oleh sepupu tentang kondisi kost ini maka dari rumah pun saya, ibu, dan bapak melakukan langkah preventif. :D Saya dibawakan alat penanak nasi listrik, membawa berbagai macam obat herbal :), biskuit, susu, panci, termos, dan beras! Juga kering tempe dan abon. Beberapa barang yang saya bawa itu sebenarnya telah terlebih dahulu melancong ke rumah Allah. Ya, beberapa barang itu adalah warisan dari bapak. Saat mengepack barang-barang itu pun tiba-tiba saya teringat saat mendapat tugas mengepack barang-barang sebelum bapak dan kakek berangkat ke tanah suci. Ya Allah, ini benar-benar mirip haji. Serba minimalis, serba serbaguna, dan kudu kreatif. Apalagi jangka waktunya yang sebulan sangat mirip dengan jangka waktu berhaji. Semoga, semoga, ini adalah pemanasan sebelum menuju tanah-Mu, ya Rabb...

Dan ternyata makan sendiri dengan menu “minimalis” bukanlah sesuatu yang dapat menentramkan hati. Rasanya hambar di lidah. Meski saya telah mengalami masa kost selama empat tahun tetapi di bumi dengan kultur yang berbeda ini saya malas sekali untuk sekedar menyuapkan sesendok nasi ke mulut. Karena hal itu saya putuskan hari Senin ini untuk berpuasa. Puasa Senin-Kamis? Atau puasa apa? Saya pun tak tahu puasa apa ini. Saya hanya ingin agar maag saya tidak kambuh karena saya membiarkan lambung kosong. Maka jalan yang saya tempuh ya puasa saja. Dan seharian ini saya hanya bermalas-malasan di atas ranjang selepas mencuci beberapa potong pakaian.

Air minum! Ah ya, persediaan air minum. Saya belum memiliki persediaan air minum. Saya pun mencari ibu kost untuk bertanya dimana saya bisa mendapatkan segalon air minum. Kata ibu kost, “Oh, kalau galon baru nanti cari di Bellanova ada tapi kalau mau isi ulang di dekat sini juga ada.” Terkejut saya, untuk mencari galon air minum saja harus ke Bellanova –mall yang berseberangan jalan dengan kampus Tazkia. “Tapi kalau mau isi ulang, pakai saja dulu galon ibu itu nggak apa-apa, tanggung cuma sebulan. Ibu ada empat galon kok...” Maka sore itu satu galon air minum telah tersedia di kamar saya. Terima kasih ibu bapak kost yang baik sekali.

Namun saya belum bisa bernafas lega. Saya kesepian. Saya ingin berbincang tetapi tidak tahu dengan siapa. Saya belum memiliki teman baru. Saya ingin segera hari esok tiba. Saya ingin segera memulai aktivitas di Kampus Tazkia. Hingga akhirnya adzan maghrib berkumandang... Satu cangkir air madu, beberapa biskuit, dan setengah mangkuk nasi dengan abon dan kering tempe. Juga satu tetes air mata... Homesick.

Tadi pagi, ibu melayangkan sebuah pesan singkat:
“Baca basmallah untuk mengawali langkah baru, selalu doa diberi kemudahan dan keberuntungan. Doa bapak dan ibu menyertai. MAN JADDA WA JADA..”
28-Mei-2012
08:50:47

Ingin sekali air mata menderas...

#1 I'm Coming

Akhirnya jiwa dan raga ini tertambat di Kampung Cadas Ngampar, Sukaraja, Sentul, Bogor sekaligus untuk mengikuti Diklat Operasional Perbankan Syariah di Kampus Pusat STEI Tazkia, Sentul City. Mungkin sudah terlambat pula bagi saya untuk menuliskan pengalaman saya beberapa hari awal di sana. Tetapi saya merasa beberapa hal yang ingin saya tulis, saya bagi, meski mungkin baru bisa diposting sebulan kemudian setelah saya selesai mengikuti kegiatan pendidikan ini. Bukan tanpa sebab, saya belum menemukan warung internet di Sentul dan modem ditinggal di rumah. Saya ingin kalian merasakan apa yang kurasakan. Betapa ini terlalu hebat, terlalu sayang, untuk saya simpan untuk saya sendiri. :)

Ahad, 27 Mei 2012
Pagi menjelang siang akhirnya saya sampai di daerah Sentul City. Daerah yang begitu asing bagi saya yang berasal dari zona adem ayem, Yogyakarta-Surakarta. Bangunan-bangunan dengan arsitektur mentereng mulai tertangkap lensa mata saya. Namun bukan tanpa tantangan ketika saya menyetujui usulan bapak dan ibu tercinta untuk meninggalkan zona nyaman. Saya harus tinggal di rumah kost yang mana jarak itu sekitar sepuluh menit berjalan kaki cepat dari jalan raya. Jalan kaki? Ya, karena tidak ada akses kendaraan roda empat menuju kost. Mungkin ada, tetapi harus memutar jauh terlebih dahulu. Bahkan kendaraan roda dua pun saya tak bisa bayangkan jika ada yang berpapasan mengingat lebar jalan itu tak lebih dari satu meter.
jalan setapak menuju kampung
Untuk menuju rumah kost, saya pun harus melintasi jembatan yang ketika kaki mulai menjejak di atasnya, jembatan itu akan bergoyang. Pagar pengaman pun hanya sekedarnya, saya tidak berani dengan santai melenggang di atasnya demi membuang mata ke pemandangan di sekitarnya. Ya, sesekali saya memang celinguk ke kiri kanan. Di sisi kiri saya jumpai anak-anak yang tengah berenang dan ibu-ibu yang sedang mencuci baju, padahal air sungai itu begitu keruh. Sementara di sisi kanan sedang ada proyek pembangunan yang jika ditilik dari tipikal bangunannya, saya memperkirakan itu adalah restoran yang terintegrasi dengan bangunan di sekitarnya. Terasa ironis.
jembatan goyang
Selepas mendarat di daratan seberang, saya jumpai perkampungan penduduk. Inilah bumi Cadas Ngampar itu. Anak-anak berlarian di lapangan, anak-anak yang lebih kecil bersepeda di jalan kampung yang kira-kira hanya dua meter. Dan akhirnya sampailah saya di kamar baru saya yang subhanallah luas sekali. Dua kali kamar kost saya semasa kuliah dan satu setengah kali kamar pribadi saya di rumah. Lengkap dengan kamar mandi dalam dan bed berukuran 120x210 cm. Cukup luas untuk saya huni sendirian.

Kemudian saya, bapak, sepupu, dan om saya yang turut mengiringi langkah saya memutuskan untuk mengenalkan saya dengan kompleks Tazkia. Kesan pertama saya: panas, gersang, gerah, mudah haus. Photo session pun dimulai di Masjid Andalusia STEI Tazkia sebelum akhirnya sekitar satu jam kemudian bapak bilang, “Tak tinggal ya, aku pulang sekarang. Kamu mau pulang juga, atau main-main dulu.” Saya jawab, “Main-main dulu,” sayang sekali melewatkan waktu untuk lekas pulang ke rumah kost. Maka salam dan jabat tangan perpisahan sementara pun terjadi. Kulihat tetes mata di kedua pelupuk mata bapak. Nyaris aku pun ingin meneteskan air mata...(meski akhirnya detik ini, saat menuliskan hal ini pun menetes).

Bapak, entah kenapa aku mudah sekali menangis jika mengingatmu dan berpisah denganmu. Betapa beberapa  bulan yang lalu aku berhari-hari menangis selepas kau tinggal ke tanah haram sebulan sebelum hari pendadaranku. Hingga akhirnya kita bertemu lagi setelah aku menyelesaikan ujian akhir strata satuku. Masih berbalut dresscode ujian akhir, kupeluk erat dirimu dengan uraian air mata pula.

Nasihatmu yang kutangkap beberapa hari sebelum keberangkatanku ke Sentul, “Nanti di sana, niatkan dirimu untuk mencari ilmu. Itu yang terpenting.” Lalu kau bacakan ayat 11 surat Al Mujadalah. “Tujuan mencari uang itu penting karena manusia nggak bisa hidup tanpa uang. Tapi jangan semata-mata tujuanmu hanya untuk uang...”