Rabu, 27 Juli 2011

Madre

"Apa rasanya sejarah hidup kita berubah dalam sehari? Kayak tahu-tahu kecemplung di pasir isap. Makin dalam makin sesak. Hidup saya hari kemarin lebih sederhana. Hari ini hidup saya sangat kompleks. Darah saya mendadak seperempat Tionghoa, nenek saya ternyata tukang bikin roti, dan dia, bersama kakek yang tidak saya kenal, mewariskan anggota keluarga yang tidak pernah saya tahu: Madre."
Dee tidak berbicara tentang cinta. Dia tidak berkisah tentang roman picisan. Madre begitu sederhana. Madre begitu dekat dengan kehidupan. Ia hanya adonan roti yang dikulturkan berpuluh tahun, diwariskan dari masa ke masa. Madre menghadirkan kesan klasik dengan roti klasik yang diramu di dalam bangunan kuno kolonial. Madre menyiratkan loyalitas berkarya.

Madre menawarkan pesan kehidupan yang mendalam.

Betapa tak seharusnya kita berpikir sempit dan terburu-buru. Namun bukan berarti harus berlama-lama dan menyerah pada takdir. Madre mengajarkan ketegasan bersikap. Madre menuturkan kesegeraan mengambil langkah untuk hal-hal sederhana nan berharga di sekeliling kita. Madre membiuskan hawa bahwa tidak seharusnya kita banyak berkelit untuk menjadi sesuatu. Jika ada kemauan (dan sedikit keterpaksaan), maka kita akan menjadi apa yang kita inginkan. Karena terkadang kita juga harus memaksa diri sendiri untuk bergegas bertindak. :)

saya jadi ingin mencicipi secuil banana bread dan secangkir kopi-nya Pak Hadi di meja bundar Tansen de Bakker yang konon rasanya lain daripada yang lain. teriring alunan nada dari piringan hitam keroncong di dalam bangunan tua dengan dikelilingin furniture-furniture klasik nan antik. kembalilah saya ke djaman tempoe doeloe. ;)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar