Senin, 25 Juli 2011

Catatan Tengah Malam: Meruang di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT)

Jarum jam dinding sudah melampaui angka dua belas, beberapa jam lagi mentari kan menyapa kembali. Namun saya masih ingin menikmati kesunyian malam ini setelah sekian lama tak mereguknya. :) Semua masih seperti dulu, Udara, buaian angin, juga nyanyian alam. Segalanya terasa syahdu...

perspektif MAJT
Mengingat kembali perjalanan kurang lebih dua pekan lalu ketika pada sebuah senja menyambangi kompleks Masjid Agung Jawa Tengah, di Semarang. Masjid seluas kurang lebih sepuluh hektar ini dibangun dengan perpaduan berbagai langgam, meliputi langgam arsitektur timur tengah dan langgam arsitektur jawa. Tak heran jika kompleks masjid ini pernah menjadi salah satu setting suatu film yang didasarkan pada karya besutan Habiburrahman El Shirazy.
Selain plaza di kompeks masjid ini terdapat area shalat yang sangat luas. Konon pada area yang pada saat saya kunjungi terbuka, terdapat payung raksasa yang dikembangkan pada saat hari Jumat untuk mengakomodasi jama'ah shalat Jum'at.  Tak tanggung tanggung, payung tersebut berjumlah enam buah. Di kompleks masjid ini juga terdapat menara pandang setinggi sembilan belas lantai, dan lantai delapan belas merupakan restoran. Sempat membayangkan bagaimana transportasi loading dock-nya, bagaimana mobilitas bahan-bahan makanannya, dan terutama bagaimana sistem maintenance-nya?
Pelayanan di masjid ini, saya akui dua jempol. Keran air wudhu sempat saya lihat (tanpa menghitung, karena setiap keran sudah ada angka urutannya) berjumlah tak kurang dari lima puluh buah dan itu hanya di area wudhu putri saja. Sementara untuk area shalat, saya takjub karena hampir setiap jengkal bangunan dapat digunakan untuk shalat. Bordes tangga dibuat sangat lebar, pun selasar-selasar "sempit tapi lebar" yang mengitari void.
Secara sepintas, tipikal bentuk dasar bangunan depan bangunan MAJT ini mirip bentuk dasar Colosseum, namun ada pula yang mengatakan mirip di Masjidil Haram. Tiang-tiang plaza yang dihubungkan dengan plat beton dengan ornamen pelubangan setengah lingkaran sesuai dengan bentuk dasar yang menstilasi unsur persegi dan lingkaran. 
Berapa biaya pembangunan masjid ini? Bagaimana bentuk denah dan potongannya? Serumit apakah? Pertanyaan-pertanyaan itu masih menghantui setiap kali saya melihat portrial MAJT. Sejenak berada di sana masih belum melegakan dahaga saya. Jika ada kesempatan mengunjungi Semarang lagi, masih ingin sekali meluangkan waktu menjejak lagi di sana. :)
 Catatan ini ditulis dengan pola yang pernah saya dapatkan pada mata kuliah Kuliah Kerja Lapangan. Menulis berdasarkan rasa yang didapat, menulis setelah meruang! :D

Good nite.... ups good morning! :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar