Selasa, 19 Juli 2011

20 Jam Memotret Semarang

16 Juli 2011 petang kami berangkat menuju kota Semarang. Ya, tanggal 17 Juli 2011 kebetulan Forum Indonesia Muda regional Semarang dan BEM FK Undip akan menyelenggarakan bedah buku Inspiring Wedding from Keydo. ;) Sekali mendayung, dua pulau terlampaui. Berkumpul kembali bersama teman-teman seperjuangan di Forum Indonesia Muda, mengenang kembali kebersamaan singkat, dan tentunya menghirup kembali semangat positifnya.

Semarang merupakan ibukota propinsi Jawa Tengah. Maka wajar saja apabila kota Semarang merupakan kota yang besar dan ramai. Semarang menjadi kota yang beranjak “memetropolitan” dengan daerah industri, pelabuhan, pemukiman yang padat, serta pembangunan infrastruktur yang semakin marak. Semarang terlihat cenderung mirip dengan tata kota ibukota negara, Jakarta. Jalan tol yang memberi warna pada riuhnya suara transportasi. Skyline arsitektural yang cenderung datar namun jauh dari garis tanah. Dan tentu saja pemukiman yang sangat padat (bisa dilihat dari menara pandang Masjid Agung Jawa Tengah), seakan tidak lagi menyisakan ruang lengang lagi untuk pernafasan sang tanah.

Dalam perspektif lain, Semarang menyediakan akomodasi rakyat yang luar biasa. Infrastruktur jalan yang sangat bagus meski pada pusat-pusat keramaian terkadang macet; ketersediaan ruang publik yang memadai dan menunjang kenyamanan masyarakat; serta keberadaan pelabuhan, bandara, stasiun, dan terminal yang menunjang mobilitas secara lebih efektif. Secara garis besar kehidupan di kota ini telah ditunjang oleh sumber daya-sumber daya yang dimilikinya.

Semarang juga menunjukkan multietnis dan multikulturalnya yang baik dengan toleransi-toleransi kebermasyarakatan. Keberadaan Masjid Agung Jawa Tengah, Gereja Blenduk, Vihara (lupa namanya) dengan desain yang menawan nan memesona sungguh menyuguhkan aura yang berbeda ketika berada di spot-spot tersebut. Panorama-panorama kota juga tak kalah indah dengan didukung topografi tanah yang berkontur. Kerlip cahaya kaum urban di lereng-lereng atau bukit-bukit, juga bibir-bibir laut yang menyatu.

Namun patut disayangkan ketika saya merasa tidak bisa lagi melihat langit yang biru. Mungkinkah asap-asap transportasi dan industri telah mengontaminasi atmosfer yang melingkupi Semarang? Transportasi yang merakyat di Semarang rasanya juga sulit ditemui di kota ini. Atau memang ini adalah sebuah kesalahan desain dalam sub masalah pemilihan lokasi ketika Masjid Agung yang dibanggakan itu letaknya kurang strategis? Dan masalah sepanjang masa limpahan air laut ke daratan yang sering dikeluhkan masyarakat Semarang?

Walau bagaimanapun, Semarang masih tetap memesona. Saya ketagihan ke Semarang lagi! :D

Solo, 18 Juli 2011 09:25

3 komentar:

  1. Jadi ingin ke Semarang lagi.
    Ayo, nginep di rumah Abib...hehe (aku pernah nginep semalam di rumahnya)

    BalasHapus
  2. Lhoh Abib orang semarang asli tho? Kirain Malang-er..:D Yoo kapaan?

    BalasHapus
  3. Iya, asli Semarang, dia dulu sahabat penaku (smp-sma), baru pertama kali ketemu tahun 2009 hihihi...

    BalasHapus