Sabtu, 25 September 2010

Jungkir Balik di "International School"

Mimpi apa ya aku semalam?

***

Siang itu --tepat tengah hari, tibalah aku di Sekolah Dasar Model, sekolah dasar paling anyarnya Pemerintah Daerah Sleman yang juga Rintisan Sekolah Dasar Bertaraf Internasional --digabung satu kompleks dengan Taman Kanak-Kanak yang juga dirintis bertaraf internasional. Sekolah itu baru (kurang lebih) dua tahun berdiri. Kelas yang sudah aktif baru kelas satu dan dua, kelas-kelas selanjutnya masih menunggu generasi satu dua itu. =))

Kedatangan itu sebenarnya bukan tanpa sengaja. Ya, rencana kedatangan adalah untuk "maen-maen", ngeliat peruangan, gambaran aktivitas, dan segala yang ada di sana lah terkait tugas kuliah yang mulai stadium akhir --sangat kritis sekali.

Awal mula disambut selasar-selasar parkir yang bersambung dengan plaza setengah lingkaran dan taman-taman yang masih sangat muda --belum tampak hijau euy. Dari plaza diantar selasar linear yang terhubung dengan kanopi dan front office --mirip kantor =)). Lalu sejenak duduk di lobby dengan sofa yang super empuk dan tergoda melihat maket yang terselubung kaca persegi di pojok lobby.

Kompleks yang akan menjadi sangat megah, sekolah yang benar-benar sangat elegan (?). Itu bayanganku dari maketnya sih, ga tau deh realisasinya nanti. Gedung-gedung utama yang sudah kokoh berdiri. Tinggal landscapingnya dan fasilitas penunjang saja yang belum terbangun. Hmm...lapangan bola, lapangan basket, lapangan voli, lapangan bulutangkis, gedung olahraga indoor, kolam renang, lahan pertanian, peternakan, perikanan. Belum fasilitas penunjang bakat minat kayak musik, tari, lukis, modelling, catur, dan sebagainya. Awal yang bagus untuk pendidikan di Indonesia ini. =)

***

Bosan menatap dan meneliti maket, saatnya berputar-putar menjelajah kompleks yang sudah sepi dari anak-anak. Tinggal para guru dan karyawan yang sedang me-rapat di meeting room. Berkelanalah menyusuri selasar-selasar putih, menaiki tangga menuju lantai dua yang ternyata masih kosong melompong. Maklum lantai dua adalah ruang-ruang yang ditujukan untuk kelas tiga sampai kelas enam, yang memang belum ada muridnya. Mengitari taman bervoid, mengintip-intip ruang-ruang yang ada --apa juga yang aku intip, orang masih kosong jugaa. Daan tiba-tibaaaaa.... BLAK! Pintu di sebelah kanan menutup dengan sendirinya, terbanting keras. Jantung berdesir, tiba-tiba cemas... tergesa menuju tangga terdekat. =))

Hmm...kemana lagi akan melangkah? Terpikir untuk berlesehan 'nelangsa' di selasar belakang meeting room yang juga berbatasan dengan taman sayap barat. Menghabiskan waktu sembari bercakap cakap via layanan pesan singkat, hingga akhirnya berubah pikiran untuk menuju kolam yang ada di tengah taman. Duduk di bibir kolam...dan menyesal kenapa nggak dari tadi-tadi memutuskan merana di spot ini. Angin berhembus pelan, seakan membawa terbang sejenak semua beban. Hanya saja kolam itu tiada airnya, fountain waternya padam tentu saja.

Lalu...disinilah tragedi dimulai. Mendongak ke atas... menyadari langit yang sejenak lalu benderang telah berubah gelap. Mendung bergerak dengan cepatnya. Dan angin menjadi semakin kencang. Langsung cemas, was-was, merasa ada yang tidak beres. Segera berdiri, dan angin kencang sudah mendekat, mengibaskan kerudungku dengan 'hangat'. Spontan bergegas jalan cepat ke selasar, menyeberang dari gedung sayap barat ke gedung utama (gedung tengah), lari di sela-sela ruang-ruang gedung utama. Berlindung sejenak di balik kolom-kolom (yang untungnya gedeeee dimensinya). Pintu lobby udah tertutup (karena angin) dan guru-guru yang sedang rapat sudah berjajar di dinding kaca lobby. --heraaaan kok ibu nggak mencariku yaaaa =)) ngareeep padahal nggak pernah tuh. orang ke kos aja setelah aku pindah ke kos baru, dan itu berarti baru sekali setelah aku tiga tahun di rantau. bleh!

Sampe di dalam lobby udah super sport jantung. Motor dua di parkiran udah ambruk. Pohon-pohon mentiung-mentiung. Awan terlihat dengan jelas gerakannya. Hujan mulai turun meski masih tersisa pancaran mentari. Langit sekeliling gelap, guyuran hujan di seberang begitu jelas. Dramatis sekaliiii....=)

Hingga setengah jam berlalu masih belum juga menyurutkan cemas, khawatir, dan ketakutanku untuk pulang. (Inilah pengalaman mencekam dengan angin yang ketiga kalinya).

***

Peringatan Allah untuk hambaNya semakin nyata terasa.

Sleman, 25 September 2010
--arcturus dan betelgeuse menari indah di memori terdalam...

Jumat, 24 September 2010

Jalan, Naungan, dan Penjagaan-Nya

pada kehangatan mentari aku menerka
asa pada perca perca kisah

saat mataku terbuka
hingga mataku terpejam
terima kasih untuk semua kata
yang telah tercipta

masih pintaku, masih harapku
semoga senantiasa tetap dalam pengharapan
di jalan, naungan, dan penjagaanNya...
allahuma amiin...

Solo, 24 September 2010
--sekotak ruang sempit ini kembali meramai

Memori kebersamaan di BEM FT Kabinet Ceria..=))

Masih kuingat, potongan potongan kertas ini. Masih kurindukan kebersamaan itu, meski sudah berlalu.

Sebuah malam di lapangan yang berhiaskan lilin lilin di pucuk pucuk tangan masing masing orang. Terbagikan jilidan kertas berukuran kecil (yang tidak beraturan dimensinya)... Dan isinya masih tak sanggup kuabaikan...

Perenungan...

***

Saudaraku...
Sebagai insan yang beragama, berdoalah dengan khusyuk sesuai dengan agama dan keyakinanmu. Sebelum kamu membaca, merenung, melaksanakan. Dan buka lembaran berikutnya.

Saat ini dan detik ini juga, dengan disaksikan oleh bumi, langit, hewan, tumbuhan, Tuhan Yang Maha Pencipta. Dan Tuhan Yang Maha Segala galanya. Buka kembali lembaran kehidupanmu!

Saudaraku...
Setiap kata yang tertuang dalam setiap lembar buku ini, coba renungkan sejenak, untuk membuka dan mengingat kembali perjalanan kehidupanmu selama ini.

Saudaraku...
Tenangkan jiwa dan pikiranmu. Kendalikan emosimu, kendalikan kesombonganmu, dan lawan rasa takutmu.

Saudaraku...
Inilah saatnya bertanya pada lubuk hatimu yang paling suci, lubuk hatimu yang tak akan berbohong. Dengarkanlah suara hati kecilmu!

Saudaraku...
Jangan hiraukan suara lain di luar dirimu. Jangan hiraukan apapun yang ada di sekelilingmu. Tarik nafas panjang, hembuskan perlahan. Berkonsentrasilah!

“Wahai jiwaku yang suci, siapakah aku ini? Apa yang telah kulakukan selama ini? Jalan seperti apa yang aku tempuh?”

“Wahai jiwaku yang suci, apakah aku ini seorang manusia yang baik? Ataukah seorang manusia yang penuh noda dan dosa? Apakah aku manusia yang sombong, egois, dan paling jago? Ataukah...aku hanya seorang manusia penakut, yang terlalu takut pada sesuatu di sekelilingku yang seharusnya tak perlu ditakuti kecuali Tuhan Yang Maha Penyayang...”

“Wahai jiwaku yang suci... apa yang aku cari di sini? Apakah kebanggaan, nama baik, kesenangan duniawi semata, atau...untuk mengenal jati diriku sebenarnya?”

Saudaraku...
Ingatlah, keberhasilanmu tidak tergantung orang lain tetapi tergantung usahamu sendiri. Sekali lagi, ingatlah masa depanmu. Bagaimana doamu dan usahamu selama ini. Jangan sampai ia meninggalkanmu.

“Ya, mulai detik ini juga aku harus bertaubat dan meminta maaf kepada Tuhan, kedua orang tuaku, saudara, sahabat dan semua orang yang telah baik padaku. Dan semua orang yang telah kusakiti dan kukecewakan. Maafkan hambamu ya Tuhan...”

“Ya Tuhan...berilah aku cahaya terang. Sucikanlah jiwa ragaku, bukakanlah pintu hatiku, dan sadarkanlah diriku...”

Saudaraku yang senantiasa diberkahi Tuhan Yang Maha Penyayang, sekarang coba pikirkan dan renungkan, “Apa yang akan kamu lakukan demi masa depan dan hidupmu?”

Saudaraku...
Ingatlah, keberhasilanmu tidak tergantung orang lain tetapi tergantung usahamu sendiri. Sekali lagi, ingatlah masa depanmu. Bagaimana doamu dan usahamu selama ini. Jangan sampai ia meninggalkanmu.

Saudaraku...
Sekarang bangkitlah dari dudukmu. Kobarkan semangat, keberanian, dan tekadmu dengan berteriak sekeras mungkin. Dan kepalkan tanganmu ke atas dengan mengucap... “Aku telah insyaf. Aku harus menjadi baik. Aku harus berhasil. Aku tak boleh patah semangat. Aku harus tetap berhasil.”

Saudaraku...
Bulatkan tekad dan mulai lakukan yang terbaik untuk dirimu, orang tuamu, bangsa, negara, dan agamamu. Jadilah pelopor dan teladan bagi dirimu dan orang lain dalam kebaikan dan kebenaran.

Sekarang langkahkan kakimu dengan mantap. Segera temui kakak yang pantas kau teladani. Tetapi renungkan apa yang akan kamu lakukan. Mintalah maaf jika bersalah. Dan mintalah petunjuk selanjutnya.

***

Dan aku telah menemui kakak itu. Sahabat terbaikku, kakak terbaikku. Terima kasih untukmu kakak... Semoga ikatan persahabatan dan persaudaraan ini akan kekal selamanya... Amiin... =)


Solo, 06 September 2010
tiada jeda bagi kita untuk membisu
tahun keempat kita kokohkan langkah

Arsitektur dan Sastra

Arsitektur dan sastra. Dua kutub yang setipe tapi tak sama. Mereka punya darah seni. Mereka punya jiwa kreativitas. Dan mereka sering bikin muak meski banyak yang menggilai.

Arsitektur membuatku gila hingga benar benar hampir gila. Sastra membuatku gila hingga benar benar sangat cinta.

Arsitektur dan sastra adalah spontanitas berkarya. Inspirasi dan ide bisa datang darimana saja. Serpihan debu di jalanan hingga sentuhan angin di malam yang dingin. Meski begitu arsitektur dan sastra juga butuh eksplorasi, butuh survey lapangan, butuh komunikasi sosial.

Arsitektur mewujud dalam karya tiga dimensi, bangunan, sculpture, hingga kawasan. Arsitektur membutuhkan penalaran dalam seninya, menginginkan ilmu dan kesepahaman dalam estetisnya.

Sastra adalah seni sungguh seni dari hati. Sastra adalah intuisi berkarya. Sastra adalah curahan hati, bentuk protes diri, penghargaan paling sederhana. Sastra adalah luapan kata kata yang terkadang bersifat multitafsir. Sastra adalah ambiguitas. Sastra adalah gejolak emosi. Sastra adalah hati.

Solo, 06 September 2010
sastra adalah hati... dan aku baru tahu kalau hati itu rumit. sulit dimengerti, sulit diejawantahkan.
konklusi ini sudah ruwet.

Senin, 06 September 2010

Jalan Menuju Ibukota

Dug! Kutemukan catatan lawas ini. Mendekam dalam folder Asa 1 selama sebulan. Harapanku sebulan yang lalu, yang ingin kuposting pada H-1 keberangkatanku. Tetapi sungguh, rencana tinggallah rencana. Allah memiliki rencana yang sungguh sungguh indah untuk hamba hamba Nya...

***

“Bu, sepertinya saya mau kerja praktek di kota lain –berpuluh kilometer jauhnya-. Bagaimana?”
Sedikit banyak rasa khawatir tersemat di dada. Harap-harap cemas memenuhi lubuk hati. :D

“Ya, kalo emang itu yang terbaik ya ga apa-apa. Semoga sukses.”

PLONG!

Hanya itu yang ibu bilang??
Sementara banyak ibu-ibu teman-teman yang lain mengharapkan putri-putrinya kerja praktek di tempat yang dekat dengan tempat tinggal.

Allahu Rabb… Betapa saya harus bersyukur memiliki kedua orang tua yang memberikan kebebasan yang begitu besar. Kebijaksanaan yang tidak tanggung-tanggung. Kepercayaan yang luar biasa.
Anak pertama ini, putri pula.

Ingin tertawa saya sejujurnya. Apakah ini karena bapak ibu sudah menyerah dengan tingkah saya yang tidak bisa dikekang?

Hmm…saya rasa ini semua bukan sihir dan tidak bisa diupayakan dalam sekejap. KOMUNIKASI. Poin inilah yang mati-matian saya pertahankan sampai sekarang. Di tengah kesibukan kuliah dan organisasi yang membabi buta.

Ada lagi yang sudah terbiasa saya lakukan sejak SD. Saya terbiasa melanglang buana sendirian atau dengan teman, bukan dengan orang tua atau saudara. Tentu saja dengan jangkauan tertentu. Saat SD ada pramuka dan rekreasi bersama. Saya dilepas hingga wilayah Jawa Tengah bagian barat. SMP masih ada pramuka dan studi banding ke Jakarta-Bandung. Selain itu saya masih suka main-main ke rumah teman, dari satu rumah ke rumah yang lain. SMA, ke Pangandaran, dan petualangan ke Wonosobo. Menginjak kuliah, saya kembali ke Jakarta berdua dengan seorang teman beda fakultas yang saya kenal beberapa hari sebelum keberangkatan. Pulangnya…seorang diri (pertama kali, ditambah ekspresi was-was bunda tersayang). Intensitas berpetualang di masa kuliah ini juga semakin bertambah, entah bersama teman kuliah, teman SMA, ataupun teman SMP. Bersyukur kembali ukhuwah ini masih terajut dengan manisnya kebersamaan.
*eniwei thanks all my friend!

Yang tidak boleh tertinggal adalah mimpi.
Ya, semua petualangan itu tanpa sadar sudah pernah tertoreh di dalam benak saya. Tidak lolos ujian STAN dan STT, Alhamdulillah masih bisa bertualang ke Jakarta dan Bandung, bahkan (akan insya Allah) magang di Jakarta.

Allah akan mengikuti persangkaan hambaNya…:)

Welcome me Jakarta!

H-1 kujelang...=)

***

Dan satu rencana gugur oleh satu kata di H-8 keberangkatan. Subhanallah...=)

Solo, 06 September 2010
mengenang perjalanan, meraba mimpi yang tak terengkuh

Tentang Lelah

sesungguhnya tentang lelah
tentang yang tak pernah terungkap
tentang yang tak pernah kuceritakan

lelah itu adalah keyakinanku
tentang kebosanan

lelah itu adalah keyakinanku
tentang hujan di siang hari

dan lelah itu tentang pagi ini

Solo, 06 September 2010
--bagaimana nasib kutub kutubku?

Minggu, 05 September 2010

Menentang Arus, Menembus Batas

Fragmen 1.
“Kuliah jurusan apa?”
“Arsitektur.”
“Lho katanya suka nulis, kok kuliahnya di arsitektur? Kenapa nggak sastra, mengembangkan bakat.”

Fragmen 2.
“Novel?”
“Iya...”
“Hmm... lain kali kalau beli buku yang bermutu sedikit lah...”

Fragmen 3.
“Teknik?”
“Iyaa...”
“Kenapa nggak kedokteran? Prestasi akademikmu kan bagus.”

Fragmen-fragmen di atas hanyalah sekecap dari sekian kecap fragmen yang pernah saya dan anda mungkin alami. Fragmen-fragmen yang merupakan statement-statement dari orang lain. Perbedaan prinsip adalah hal yang wajar karena setiap orang memiliki prinsip hidup masing-masing. Tetapi terkadang keterpurukan karena statement orang lain juga dapat mengacaukan keteguhan prinsip, menaikkan emosi, dan menitikkan air mata.

Saya belajar tidak hanya dari universitas dimana saya berstatus sebagai mahasiswa. Saya ingin belajar setiap saat. Belajar dimana saja, kapan saja, kepada siapa saja. Terkadang (terlalu sering mungkin malah) prinsip-prinsip yang saya lakoni di pentas hidup ini berbeda dari kebanyakan orang. Bahkan dengan sahabat sendiri dalam hal-hal tertentu. Tentu saja dengan koridor yang benar. Inilah idealisme saya.

Bolehkah saya bilang jika saya melanjutkan studi hingga universitas hanya karena tuntutan dunia luar? Tuntutan persaingan global, gengsi, dan menjaga martabat keluarga? Karena ternyata dunia yang kuinginkan berada di luar bidang yang saya geluti secara formal.

[flashback ke awal masa kuliah]
Sebuah ruangan tempatku menghempaskan segala lelah dan keluh kesah. Ruang pribadiku. Ini yang masih kuingat dan kini membuatku bangga menjadi diriku sendiri.
Sebuah pembicaraan (pribadi) dengan seorang saudara. Masih juga tentang jurusan yang kuambil. Kenapa arsitektur? Kenapa teknik? Segala hal yang bersinggungan dengan benda mati dalam ruang hampa. --harapan beliau adalah jurusan yang berkaitan dengan kesehatan. Tak pernah kukatakan bahwa kesehatan adalah bidang ilmu yang aku merasa anti. Ya, aku tak seperti saudara saudaraku yang lain, yang begitu mengidamkan jurusan berbau kesehatan. Tidak. Sekali lagi tidak. Sekali ku menentang arus lagi.

Dan kini... dimanakah jiwa multitafsirku kudapatkan? Sempat dipertanyakan darimana jiwa itu hadir? Sempat ditentang, apa gunanya sastra? Tidak adakah yang lebih baik, yang lebih bermakna?

Biarlah biar, kututup telinga untuk segala kata kata itu. Syukurku ayah bunda justru mendukung. Sepasang manusia yang seia sekata mendukung, mendorong, dan menyambut minat anak anaknya. Sepasang manusia yang tahu seluk beluk anak anaknya, yang ku yakin apa kata mereka adalah nasihat terbaik.

Matur nuwun, ibu, ibu, ibu, bapak...

--terkadang menentang arus perlu kulakukan untuk menjadi diriku sendiri, kawan...

Sleman, 05 September 2010

Rindu Ramadhan

"Akuu rinduuu Ramadhaaan..." Berapa kali kau ungkapkan itu, Fi... Kini Ramadhan sudah datang, bahkan sudah di penghujung.

Ramadhan sudah hampir berakhir. Ramadhan tinggal menghitung hari. Ramadhanku kembali dan aku seakan pergi.
Dan tiba-tiba teringat kata-kata sahabat, "Kau menjauh, Allah mendekat. Kau mendekat, Allah kian dekat. Mampukah kau berpaling?" Allah, dimanakah semangatku di awal Ramadhan? Yang perlahan kian terkikis, menipis... Tarawihku, tilawahku, dzikir-dzikirku...
Selalu ada harapan, selalu ada keinginan untuk membuat segalanya lebih baik. Masih ada semangat, masih ada kemauan. Tetapi tersadar, perlahan...(tapi pasti) kikisan itu ada dalam segala bentuk rupanya. Satu kata yang masih belum kudapatkan...keistiqamahan. Hanya satu kata namun begitu berat untuk dijalani dalam karakter labil dan moody ini. Ffiuuh....ampunilah hamba, yaa Rabb...

Lepas dari semua itu kudapatkan banyak hal pada Ramadhan kali ini. Kudapatkan banyak cerita dan pengalaman. Kudapatkan banyak hikmah, berkah...=) Alhamdulillah... Pun masih kuingat pernyataan (dalam batinku) Ramadhan kemarin, "Ramadhan tahun depan akan sangat berbeda dari Ramadhan kali ini (tahun lalu-red." Ya, Ramadhan ini sungguh-sungguh berbeda. Ujian Ramadhanku kali ini sungguh-sungguh dahsyat kurasa. Air mata di kereta itu adalah akhir dari cerita bersambung yang kuuntai dalam tingginya harapanku. Rubuh seketika sebab satu kata. Manusia hanya bisa berencana namun Allah lah Sang Maha Pemberi Keputusan. Allah, Engkau selalu punya rencana yang indah, rencana yang begitu indah. Aku salah merencanakan, aku tahu kesalahanku kini. Air mata itu adalah tanda kasih sayangMu, Rabb...kado terindah pada Ramadhan kali ini.

--masih dalam kemultitafsiran dan kemisteriusan kata
Sleman, 05 September 2010