Sabtu, 23 Januari 2010

Katakan bahwa Aku adalah Sang Pemimpi

Hanya sebuah kata yaitu: mimpi.
Sebuah kata yang sederhana namun menyimpan kekuatan yang tak terpatahkan.
Apa yang kulihat sekarang adalah buih-buih dari butiran serbuk sabun yang kutabur pada air kehidupanku di masa lalu. Yaah, itulah yang selalu ingin kukatakan.

***

“Aku seakan melihat diriku sendiri, Arai, Jimbron, sempoyongan memikul puluhan kilo ikan dari perahu menuju stanplat. Tiga tahun penuh kami melakukan pekerjaan paling kasar di dermaga itu. Menahan kantuk, lelah, dan dingin dengan meraupi seluruh tubuh kami dengan kehangatan mimpi-mimpi. Betapa kami adalah para pemberani, para patriot nasib. Dengan kaki tenggelam di dalam lumpur sampai lutut kami tak surut menggantungkan cita-cita di bulan: ingin sekolah ke Prancis, ingin menginjakkan kaki-kaki miskin kami di atas altar suci almamater Sorbonne, ingin menjelajahi Eropa sampai ke Afrika.”
[pg. 268]

***

Tak pernah ada yang salah dengan mimpi. Tak pernah ada yang salah. Yang salah adalah jika hanya sekedar bermimpi tanpa ada perjuangan, tanpa ada langkah selanjutnya. Mimpi sama dengan satu langkah saja. Mimpi dan perjuangan sama dengan dua tiga langkah. Dan adanya optimistis dan kesabaran menjadikan langkah-langkah itu semakin panjang.

***

“Aku mengambil surat kelulusan Arai dan membaca kalimat demi kalimat dalam surat keputusan yang dipegangnya dan jiwaku seakan terbang. Hari ini seluruh ilmu umat manusia menjadi setitik air di atas samudra pengetahuan Allah. Hari ini Nabi Musa membelah Laut Merah dengan tongkatnya, dan miliaran bintang gemintang yang berputar dengan eksentrik yang bersilangan, membentuk lingkaran episiklus yang mengelilingi miliaran siklus yang lebih besar, berlapis-lapis tak terhingga di luar jangkauan akal manusia. Semuanya tertata rapi dalam protokol jagat raya yang diatur tangan Allah. Sedikit saja satu dari miliaran episiklus itu keluar dari orbitnya, maka dalam hitungan detik semesta alam akan meledak menjadi remah-remah. Hanya itu kalimat yang dapat menggambarkan bagaimana sempurnanya Tuhan telah mengatur potongan-potongan mozaik hidupku dan Arai, demikian indahnya Tuhan bertahun-tahun telah memeluk mimpi-mimpi kami, telah menyimak harapan-harapan sepi dalam hati kami, karena di atas kertas itu tertulis nama universitas yang menerimanya, sama dengan universitas yang menerimaku, di sana jelas tertulis: Univesité de Paris, Sorbonne, Prancis.”
[pg. 272]

***

Subhanallah… Begitu berartinya sebuah mimpi. Anak Belitong menggapai mimpi untuk melanjutkan sekolah di Prancis!
Semua bisa menggapai mimpi, anak Belitong atau anak Jakarta. Mimpi tak memandang status. Seperti cinta yang buta, mimpi pun buta!
Selamat bermimpi kawan-kawan… Teruslah berjuang!


Sleman, 26 Agustus 2009
09:14 am.

Saat gila memimpikan mimpi-mimpi gila.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar