Jumat, 29 Januari 2010

Ekspedisi Bandung: Untuk Seribu Langkah, Untuk Seribu Mimpi [part 1: preface]

A great trip! Ya, itu komentar saya tentang Architecture UNS Tour de Bandung ini. Bukan apa-apa tetapi memang banyak pelajaran yang bisa diambil dari perjalanan itu pada tiap langkah tapak kaki ini. Bukan sekadar ber-sophaholic dengan image yang sudah melekat pada Bandung.
***
Perjalanan dimulai pada Rabu 4 November 2009 malam. Dengan meeting point di Boulevard UNS, bis melaju dengan pasti. Namun kantuk tak dapat ditolak, setelah seharian full di kampus. Jalan Solo Jogja (yang penuh kenangan-red) berlalu, rencana untuk menikmati malam tak bisa dipertahankan. Walaupun juga tak sepenuhnya terlena. Sempat merasa melewati jalan yang kanan kirinya berderet pohon-pohon kelapa. Ya, tak pasti juga benar salahnya, malam itu gelap saudara-saudara...
Hingga mentari pagi menyambut di Garut. Kota yang sangat indah. Masih tetap dingin seperti beberapa bulan lalu. Dan panoramanya masih tetap ‘mak nyuss’. Satu hal yang menurut saya sangat berbeda dari Garut, jalan yang dibangun rasanya tak seperti jalan di Kaliurang, Tawangmangu, Gunung Kidul, Wonogiri, hingga Trenggalek. Jalan di Garut sangat kental terasa seperti di Wonosobo. Ya, mungkin karena pengaruh background dan backsound kali ya?
Dan tak terasa Bandung Bermartabat telah menyambut kedatangan kami. Tujuan pertama adalah Kantin Salman Institut Teknologi Bandung (ITB). Sarapan dulu, euy! Ada pelajaran yang secara tak langsung saya ambil dari kantin tersebut ketika sang ibu yang membagi makanan berkata kurang lebih, “Kalau sekiranya nggak habis, bilang ya. Nanti dikasih setengah porsi.” Dan saya pun jadi teringat kata-kata ibu ketika saya masih kecil dulu, “...bisa jadi berkah dari makanan yang kamu makan, berada pada suapan terakhir...” Yeah, kita tak boleh memubadzirkan apapun termasuk makanan. Alhamdulillah Allah masih berkenan memberikan rizkinya.
A great taste! Walau dengan menu yang sederhana, nuansa yang berbeda pada Kantin Salman ITB (dan juga rasa lapar yang tak tertahan-red) nasi goreng plus telur dadar dan sosis ala Salman tertelan juga. Kenyang, kenyang, kenyang.
Selanjutnya meluncur ke Wisma Bina Marga (Wisma PU), Jalan L. R. E. E. Martadinata. Setelah mendapat kunci kamar no 136, menyusuri selasar-selasar, ditemukanlah kamar itu. Terpencil sekali. Di saat yang lain berjalan ke kanan setelah lobby, empat orang penghuni kamar no 136, Rofida, Tiara, Rahma, Galih, berjalan ke kiri. Sedikit beradaptasi dengan suasana kamar dan lingkungan, menata diri, menata barang, melepas lelah. Dan didapatlah info bahwa batal berkunjung ke Bottle House. Yeah, sedikit kecewa tapi juga sedikit bahagia. Kecewa tak bisa mengeksplor secara langsung karya arsitektur itu, bahagia ada jeda waktu lebih panjang untuk merefresh jiwa raga. :D
Tapi sepertinya kami terlalu terlena di samping info yang tidak update karena (sekali lagi) posisi kamar.
Tiba-tiba handphone saya berdering ketika siang mulai menjelang, setelah diangkat, seseorang di ujung sana berkata, “Ayo berangkat, yang lain sudah di bis.”
“Mm, ya... Sebentar,” masih setengah sadar jawaban itu terlontar.
Hingga beberapa detik berlalu, dan ketika kesadaran sudah kembali 100%...
“Hah, udah pada di bis???”
Gedubrak, pruk, seet, swiiiing, zet zet zet... Lariiiiiiiiiiiiiii!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar